Monday, April 23, 2012

Unsur-Unsur Intrinsik Puisi


Unsur-Unsur Intrinsik Puisi
1.    Diksi
Yaitu pilihan kata yang dipakai oleh penyair dalam mengungkapkan perasaan atau pikirannya. Beberapa kata yang memiliki kesamaan atau kemiripan arti oleh penyair belum tentu bisa dipakai semuanya, ia hanya akan memilih salah satu atau tidak semua untuk mewakili apa yang hendak ia ungkapkan. Pemilihan kata dalam puisi sangat penting. Hal ini berpengaruh pada keindahan, kedalaman dan kepadatan makna puisi tersebut.
Perhatikan contoh di bawah ini!

Matahari marah
Ulah manusia
Menghancurkan semesta

Larik puisi di atas menjadi lebih bagus, lebih indah, lebih menusuk maknanya ketika kita ubah pilihan katanya menjadi sebagai berikut.

Mentari nanar
Ulah manusia
Membinasa semesta

Kata matahari  diganti dengan kata mentari, yang artinya sama. Kata marah diganti dengan nanar. Kedua kata ini memiliki kesamaan arti. Nanar di antara artinya dalam KBBI adalah marah sekali (mata gelap). Kata menghancurkan diganti dengan kata membinasa, yang memiliki kemiripan arti. Setelah penggantian dilakukan terasa puisi lebih menggetarkan di hati.

Inilah pentingnya diksi/pilihan kata. Kemampuan memilih kata ini sangat diperlukan untuk menjadi seorang penyair yang sukses. Kemampuan ini  kuncinya adalah penguasaan kosa kata yang banyak oleh penulis.


Kata Berlambang

Salah satu gaya bahasa atau pilihan kata yang dipakai dalam puisi adalah kata berlambang. Kata berlambang maksudnya adalah memilih suatu lambang untuk menyatakan makna tertentu. Lambang di sini adalah benda, contohnya pohon, pisau, bunga, dan lain-lain.
Perhatikan contoh berikut.

Ibu mencintamu seperti mentari
Ibu mencintamu seperti lautan
Hangat dan dalam

Kata mentari dan lautan menjadi lambang bagi cinta ibu.

Api membara
Membakar desa
Menjalar
Membakar kota
Membakar apa yang ada
Api dari mulut berbisa

Kata api dipakai untuk menjadi lambang bagi kata-kata yang keluar dari mulut orang yang suka memfitnah dan mengadu domba.


2.    Suasana
Suasana adalah perasaan yang timbul pada pembaca ketika membaca sebuah puisi. Seperti apa suasana hati yang timbul ketika sebuah puisi itu dibaca oleh seseorang. Bisa jadi kita merasakan suasana hati yang menyesal, kecewa, sedih, gembira, semangat, dan lain-lain.
Perhatikan contoh berikut.

Lelah dan letih tak peduli
Asa terus membara
Ada masa yang dicita
Di balik gunung pendakian pasti ada mentari
Yang cahayanya menerangi

Langkah tak akan henti
Peluh keringat tabungan hari
Lautan ilmu hendak direnangi

Suasan hati kita membaca puisi di atas adalah kita menjadi ikut bersemangat. Puisi di atas menggambarkan betapa bersemangatnya seseorang dalam menuntut ilmu.



Maksud Isi Puisi
Menggali makna puisi bukan pekerjaan mudah memang. Mencoba menentukan apa maksud sebenarnya di balik berbagai pilihan kata penulis puisi membutuhkan wawasan yang luas tentang berbagai hal, hati yang peka, dan lebih mantap lagi jika si pengulas juga seorang yang punya banyak jam terbang dalam menulis puisi.

Menafsirkan dengan pas maksud puisi tentu tidak bisa. Yang paling mungkin adalah mendekati maksud sebenarnya. Tentu terbuka penafsiran lain bagi yang juga ingin menafsirkan puisi yang sama.

Berikut penulis akan mencoba menafsirkan beberapa puisi dari penulis terkenal yang puisinya mungkin sudah kita kenal dan hafal. Terbuka kritik dan saran untuk penafsiran yang penulis. Yang mau bersama-sama membuat penafsiran, tentu itu yang lebih baik.


Jalan Segara
Karya Taufiq Ismail

Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan

Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari

Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini

Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri

1966


Jalan Segara menceritakan tentang kegiatan demonstrasi (mahasiswa). Segara artinya lautan. Seakan jalan raya telah dipenuhi lautan manusia yang berdemonstrasi menyampaikan keluhan-keluhannya kepada pemerintah yang zalim. Lalu pemerintah yang berkuasa menunjukkan kehebatan dan besarnya kekuatan mereka dengan menembak para demonstran itu. Tempat penembakan itu adalah di jalan, tempat di mana mereka berdemonstrasi. Tindakan zalim ini adalah sebuah bukti sikap pengecut penguasa. Mereka takut mengakui kesalahan dan bersikukuh dengan kekuasaannya walau harus menembak orang-orang yang hanya bersenjata suara dan hati nurani.

Dan pelor membayar pajak negeri ini.
Maksudnya adalah rakyat dengan segala kemiskinannya tak sanggup lagi menopang hidup keluarganya, apalagi membayar pajak. Kematian akhirnya menjadi harga yang pantas untuk melunasi pajak-pajak yang semestinya dibayar rakyat tersebut. Peluru yang ditembuskan ke dada mereka melunasi seluruh pajak yang semestinya mereka tanggungkan. Peluru itu ditembakkan penguasa saat demonstrasi dilakukan.
Larik ini adalah sebuah ejekan yang sangat pahit kepada para penguasa tentang betapa zalimnya penguasa saat itu.

Ditembuskan ke punggung anak-anaknya sendiri.
Semestinya penguasa menjadi pelindung rakyatnya, sebagaimana seorang ayah melindungi anak-anaknya. Yang terjadi adalah penguasa membunuh rakyatnya sendiri.




DERAI DERAI CEMARA
    Karya Chairil Anwar
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam

Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini

Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah

1949

Ketika membaca puisi ini, jiwa terasa langsung melayang, mengalun dalam suatu suasana yang lembut, indah, syahdu, tapi sayu.
Bait pertama puisi ini menjadikan suasana alam yang tampak oleh penyair sebagai perwakilan bagi apa yang saat itu ia rasakan. Secara keseluruhan puisi  ini menggambarkan perasaan Chiril yang merasa dirinya lebih tenang, lebih dewasa, lebih bisa merasakan makna kehidupan

Aku sekarang orangnya bisa tahan/sudah berapa waktu bukan kanak lagi/tapi dulu memang ada suatu bahan/ yang bukan dasar perhitungan kini.
Si Aku sekarang sudah bisa tahan berhadapan dengan bala dan warna-warni dunia. Daya tahan yang baru bisa dimiliki setelah melewati masa yang berat sebagai orang-orang yang belum berpengalaman. Pengalaman yang pahit, berat, dan panjanglah yang membuat orang bisa menjadi arif dan punya daya tahan terhadap ragam warna dunia. Si Aku sudah dewasa.

Hidup hanya menunda kekalahan/tambah terasing dari cinta sekolah rendah/dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan/sebelum pada akhirnya kita menyerah.
Akhir hidup ternyata sebuah kekalahan: kalah oleh ajal, kalah oleh nasib, kalah oleh takdir, kalah oleh waktu. Banyak hal yang tetap tak bisa diucapkan karena orang lain tak bisa memahaminya, atau ia merupakan rahasia pribadi, atau ia memang lebih baik untuk tidak didengar orang lain.