Wednesday, May 16, 2012

Cara Menyampaikan Pendapat Dalam Diskusi dan Implementasinya


Cara Menyampaikan Pendapat Dalam Diskusi dan Implementasinya
Dari Crayonpedia
Menyampaikan Persetujuan, Sanggahan, dan Penolakan Dalam Diskusi
Diskusi berarti bertukar pikiran. Diskusi merupakan suatu bentuk tukar pikiran yang teratur dan terarah, baik dalam kelompok kecil maupun besar. Diskusi bertujuan untuk mendapatkan suatu pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Salah satu ciri yang paling menonjol dalam diskusi adalah adanya forum tanya jawab. Ada beberapa macam bentuk diskusi, diantaranya sebagai berikut:
  • Diskusi panel
Diskusi panel melibatkan beberapa pembicara (panelis) yang mempunyai keahlian dalam bidang masing-masing dan bersepakat mengutarakan pendapat dan pandangannya mengenai suatu masalah untuk kepentingan pendengar.
  • Simposium
Simposium hampir sama dengan diskusi panel, hanya lebih bersifat formal. Pembicara harus menyampaikan makalah mengenai suatu masalah yang disoroti dari sudut keahlian masing-masing.
  • Seminar
Seminar merupakan pertemuan yang membahas suatu masalah dengan tujuan untuk mendapatkan pemecahan masalah tersebut. Oleh karena itu, dalam seminar harus dlakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan, baik berbentuk usul, saran, solusi, maupun rekomendasi.
Persiapan sebuah diskusi sangat bergantung pada bentuk diskusi yang dipilih. Ada beberapa tahap yang harus diperhatikan pada saat akan mengadakan diskusi, yakni sebagai berikut.
  • Menentukan topik yang menarik untuk dibahas dalam diskusi.
  • Merumuskan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan topik yang dipilih.
  • Menentukan pemimpin diskusi atau moderator. Moderator dalam diskusi bertugas:
  1. menjelaskan tujuan dan maksud diskusi;
  2. mengatur jalannya diskusi agar berlangsung tertib dan teratur;
  3. menyimpulkan dan merumuskan setiap pembicaraan diskusi;
  4. menutup diskusi dan menyiapkan laporan.
  • Menenrukan panelis, pembicara, atau narasumber. Pembicara diskusi mempunyai tugas:
  1. menyiapkan dan menguraikan bahan atau materi yang akan didiskusikan;
  2. menyampaikan materi yang telah disiapkan;
  3. menjawab tanggapan-tanggapan para peserta diskusi atau audiens.
  • Menentukan sekretaris diskusi atau notulis. Notulis bertugas mencatat hal-hal penting selama jalannya diskusi.
  • Dalam diskusi biasanya muncul pendapat atau tanggapan berupa dukungan atau sanggahan terhadap pendapat peserta diskusi. Pernyataan dukungan atau sanggahan tersebut tetap harus disampaikan dengan bahasa yang baik dan santun.

Contoh pernyataan dalam diskusi.
Alifia : " Setelah mendengar pendapat teman-teman, saya lebih cenderung menyatakan tema drama ini adalah masalah keadilan dan kebenaran”. Secara lengkap dapat diuraikan  bahwa dalam sebuah negara harus ada pemimpin yang jujur, adil, serta berani menentang kejahatan. "
Joko : "Saya sependapat dengan Saudari Alifia. Namun, saya ingin menambahkan bahwa tema yang ditampilkan ternyata mencakup juga masalah sosial."
Moderator : "Terima kasih Saudari Alifia dan Saudara Joko. Saya kira kita sudah sependapat menentukan tema drama S andy a Kala N ing Maj ap ahit karya Sanusi Pane ini."

Catatan hasil diskusi dituliskan dalam bentuk notulen. Notulen merupakan catatan singkat mengenai jalannya diskusi, hal-hal yang diputuskan dalam diskusi tersebut, serta pembicaraan penting lainnya. Hasil catatan tersebur dapat dijadikan rujukan pelaksanaan kegiatan yang telah disepakati. Oleh karena itu, selama berjalannya diskusi, notulis harus mampu mencatat hal-hal penting dan hasil-hasil yang dicapai.
'
Berikut disajikan contoh
Notulen hasil diskusi atau seminar.
  • Tanggal : 26Apri1 2005
  • Waktu : Pukul 9.00 s.d. 11.30 \7lB
  • Tempat : Aula SMP Merah Putih
  • Tema : Diskusi"Remaja dan Pergaulan Bebas"
  • T.ujuan : Mencermati perkembangan pergaulan remaja yang cenderung mengarah pada pergaulan bebas serta menentukan langkahlangkah pembinaan.
  • Pembicara : Drs. Ramlah Panigoro
  • Ketua/ Moderator : Tiana Juliansyah
  • Notulis : Wulandari Septiani
  • Jumlah peserta : 50 orang siswa
  • Susunan acara :
  1. Pembukaan
  2. Penyajian materi
  3. Tanya jawab
  4. Penutup
Pokok permasalahan yang dibicarakan:
  1. Perkembangan remaja dalam konteks masa kini
  2. Tinjauan sisi positif dan negatif pergaulan remaja saat ini
  3. Meminimalisasikan pergaulan negatif remaja untuk menghindari pergaulan bebas yang bertentangan dengan agama dan nilai-nilai moral masyarakat
  4. Menumbuhkan motivasi remaja mengembangkan potensi dirinya
Kesimpulan:
Semakin maraknya pengaruh budaya Barat berakibat pada kehidupan pergaulan remaja saat ini. Oleh karena itu, kita harus mampu menyaring pengaruh-pengaruh negatif budaya tersebut agar tidak terjerumus pada kesesatan yang akan merugikan diri kita di dunia dan akhirat.
Diskusi merupakan pembahasan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk memecahkan suatu permasalahan atau untuk mencapai kesepakatan. Dalam diskusi, ide diperdebatkan sehingga tampak kekurangan dan kelebihan dari ide tersebut. Permasalahan yang diangkat dalam diskusi akan dikaji sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan yang dapat dipahami oleh seluruh peserta diskusi.
Perdebatan/pengkajian masalah dalam diskusi biasanya diwarnai dengan pro dan kontra, setuju dan tidak setuju, serta sanggahan dan penolakan pendapat. Hal-hal tersebut wajar dalam sebuah diskusi asalkan disampaikan dengan penuh tanggung jawab disertai bukti/alasan yang kuat. Selain itu, seseorang yang menyampaikan pendapatnya dalam diskusi harus
menyampaikannya secara santun, misalnya :
  1. Maaf, saya kurang setuju dengan pendapat Saudara. Menurut saya, pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab salah satu pihak.
  2. Maaf, Saudara Amin, usul Anda sebenarnya menarik, tetapi perlu diingat bahwa kita tidak mempunyai dana yang cukup.
  3. Maaf, saya tetap tidak setuju dengan pendapat Saudara, tetapi bukan berarti bahwa saya tidak akan bertanggung jawab terhadap kesepakatan yang diputuskan dalam forum ini.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


Sekolah :SMP
Mata Pelajaran:Bahasa Indonesia
Kelas/Semester:VIII/2
Standar Kompetensi: 10. Mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui
kegiatan diskusi dan protokoler.
Kopetensi Dasar : 10.1 Menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan.
Indikator : (1)Mampu menjelaskan etika dalam diskusi;
(2)Mampu menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan
pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti dan alasan.
Alokasi Waktu : 2 x 40 menit (1 x pertemuan)


A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.Siswa dapat menjelaskan etika dalam diskusi dengan benar.
2.Siswa dapat menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam
diskusi disertai dengan bukti atau alasan yang tepat.


B. MATERI PEMBELAJARAN
Penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
1.Etika berdiskusi
2.Cara menyampaikan persetujuan
3.Cara menyampaikan sanggahan
4.Cara menyampaikan penolakan pendapat


C. METODE PEMBELAJAN
1.Tanya Jawab
2.Pemodelan
3.Demonstrasi
4.Diskusi
5.Penugasan


D. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Kegiatan Awal
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang diskusi
b.Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Inti
a.Siswa dan guru bertanya jawab tentang etika dalam berdiskusi.
b.Guru menayangkan rekaman sebuah diskusi (yang di dalamnya terdapat
penyampaian persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat) sebagai model
untuk dicermati siswa.
c.Siswa mencermati tayangan rekaman diskusi.
d.Siswa dan guru bertanya jawab tentang cara menyampaikan persetujuan,
sanggahaan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
e.Siswa berkelompok, tiap-tiap kelompok terdiri atas 5 siswa.
f.Tiap-tiap kelompok dengan bimbingan guru menentukan topik diskusi
g.Siswa dengan bimbingan guru dalam kelompok masing-masing melakukan latihan
menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan penolakan pendapat dalam diskusi.
h.Siswa dan guru menyimpulkan cara menyampaikan persetujuan, sanggahan, dan
penolakan pendapat dalam diskusi dengan disertai bukti dan alasan yang tepat.

3. Kegiatan Akhir
Guru dan siswa melakukan refleksi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan.


E. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN
1.Sumber : Buku Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP Kelas VIII
Penerbit Erlangga.
2.Media : Rekaman diskusi dalam bentuk VCD


F. PENILAIAN
1.Teknik : Penilaian Tertulis dan Penilaian Unjuk Kerja
2.Bentuk instrumen : Tes Uraian dan Tes Uji Produk
3.Soal / instrumen :

1. Jelaskan etika dalam berdiskusi secara singkat dan jelas!
Pedoman Penskoran:



Melakukan diskusi dengan tata cara yang benar 12.1

Dari Crayonpedia

Langsung ke: navigasi, cari

Melakukan Diskusi dengan Tata Cara yang Benar

Salah satu cara memecahkan permasalahan adalah dengan berdiskusi. Dengan saling bertukar pikiran dan wawasan, permasalahan yang rumit niscaya dapat diuraikan dan pada akhirnya akan diperoleh jalan keluarnya.
Proses diskusi akan berjalan secara efektif jika peserta menyadari
hakikat diskusi dan memegang teguh prinsip-prinsip pelaksanaan diskusi.
Berikut ini beberapa prinsip berdiskusi yang harus diperhatikan.
1. Diskusi merupakan forum ilmiah untuk bertukar pikiran dan wawasan dalam menyikapi suatu permasalahan yang dihadapi bersama. Diskusi bukan forum untuk berbagi pengalaman (sharing), perasaan (curhat), kepentingan (musyawarah), atau ilmu kepintaran (mengajar).
2. Dalam diskusi, harus terjadi dialog atau komunikasi intelektual dan ilmiah. Dalam hal ini, harus dijauhkan unsur emosional dan mengabaikan kedekatan hubungan personal sehingga terlahir pemikiran – pemikiran yang rasional dan objektif.
3. Diskusi merupakan forum resmi, formal, dan terbuka. Oleh karena itu, proses komunikasi menggunakan bahasa nasional yang baku sehingga dapat dipahami semua kalangan dengan baik. Diskusi bukan forum kekeluargaan yang ditujukan pada kelompok terbatas.
4. Diskusi berlangsung dalam situasi yang tertib, teratur, dan terarah serta bertujuan jelas. Oleh karena itu, diperlukan adanya perangkat dan instrumen pendukung seperti ketua/moderator, notulis, dan tata tertib.
Proses diskusi dikatakan hidup dan sehat jika seluruh peserta terlibat secara aktif dengan mengikuti tatanan yang ada. Sebaliknya, akan dikatakan tidak sehat jika proses bertukar pikiran didominasi oleh satu atau dua pikiran saja.


Menyampaikan Gagasan dan Tanggapan dengan Alasan yang Logis dalam Diskusi

Inti dari kegiatan diskusi adalah terjadinya proses bertukar pikiran
Antar peserta diskusi. Peserta di harapkan menyampaikan pendapatnya
terhadap permasalahan yang dihadapi. Selanjutnya pendapat tersebut harus ditanggapi oleh peserta yang lain. Bermacam-macam bentuk tanggapan dapat disampaikan, misalnya dengan mempertanyakan maksud dari pendapat tersebut jika dianggap belum jelas. Tanggapan juga dapat disampaikan dengan, menyatakan sikap setuju atau tidak setuju/mendukung atau tidak mendukung terhadap pendapat yang telah dikemukakan. Munculnya berbagai sikap pikiran dan tanggapan yang berbeda-beda itu merupakan hal yang positif dalam kegiatan berdiskusi. Semakin banyak tanggapan yang muncul menjadikan proses berdikusi semakin hidup dan dinamis.
Meskipun demikian, hidupnya proses berdiskusi tidak selalu menjamin hasil yang diperoleh akan baik. Hal itu dapat terjadi jika pendapat dan tanggapan yang muncul hanya kata-kata kosong yang tidak ada isinya. Selain itu pendapat yang dikemukakan lemah, tidak bersandar dan tanpa disertai alas an yang logis. Oleh karena itu dalam berdiskusi , setiap pendapat dan tanggapan yang dikemukakan harus disertai alas an atau argument yang logis dan berdasar. Pendapat juga harus disampaikan dengan bahasa yang efektif, sopan dan jelas. Hal itu merupakan unsure penting yang harus diperhatikan dalam diskusi.



PERBEDAAN PENDAPAT YANG DIBENARKAN
Islam membenarkan perbedaan pendapat apabila berhadapan dengan isu-isu cabang (furu’) dengan syarat pokoknya (ushul) berdiri di atas sesuatu yang disepakati. Pokok atau ushul yang dimaksudkan adalah al-Qur’an dan al-Sunnah. Al-Qur’an dan al-Sunnah saja tidak cukup, kerana sejarah telah membuktikan kehadiran banyaknya individu atau aliran menyeleweng yang tetap merujuk kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Kenapa mereka bisa menyeleweng? Karena mereka menafsirkan ke dua sumber tersebut berdasarkan penafsiran versi mereka sendiri. Oleh sebab itu penafsiran perlu ditambah dengan syarat-syaratnya yaitu berdasarkan pemahaman para sahabat (kerana merekalah yang paling memahami tujuan, konteks dan cara mempraktikkan al-Qur’an dan al-Sunnah) dan menggunakan kaidah-kaidah ilmu yang telah ditetapkan oleh ilmuwan Islam.
“Kaedah-kaedah ilmu”, yang dimaksudkan adalah ilmu Ushul al-Tafsir, ilmu Takhrij Hadith, ilmu Ushul al-Fiqh dan sebagainya. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
  • Ilmu Ushul al-Tafsir antara lain melingkupi bentuk penyusunan ayat, kategori ayat antara Makkiyyah dan Madaniyyah, antara Muhkamat dan Mutasyabihat, Nasikh dan Mansukh dan berbagai metode dalam menafsirkan sebuah ayat.
  • Ilmu Takhrij Hadith adalah mengambil sebuah hadis daripada kitabnya yang asal, menelusuri sanad-sanad atau jalan-jalan periwayatannya, menyimak kedudukan para perawinya dari sudut al-Jarh wa al-Ta’dil dan akhirnya menilai derajat hadis tersebut apakah sahih, hasan, dhaif dan seterusnya.
  • Ilmu Ushul al-Fiqh adalah ilmu yang menggariskan metode-metode untuk mengeluarkan hukum daripada nas al-Qur’an dan al-Sunnah. Selain itu hukum juga boleh dikeluarkan melalui metode lain seperti ijma’, qiyas, istihsan, istihlah, qaul shahabah dan sebagainya.
Mungkin ada yang bertanya, jika pokok atau ushulnya adalah sesuatu yang disepakati, kenapa hasil yang muncul adalah berbeda-beda? Jawabannya adalah sebagai berikut:
  1. Sebagian nas, yakni ayat al-Qur’an atau al-Sunnah, ada yang memiliki satu maksud (Qath’ie), manakala sebagian lainnya ada yang memiliki beberapa maksud (Dzanni). Terhadap nas yang memiliki satu maksud, memang tidak dibenarkan adanya perbedaan pendapat. Akan tetapi bagi nas yang memiliki beberapa maksud, perbedaan pendapat mungkin terjadi, dan ini dibenarkan.
  2. Setiap hadis perlu dinilai derajat kekuatannya sebelum dapat dijadikan sumber hukum. Akan tetapi dalam menilai kekuatan hadis, banyak pendapat yang muncul. Mungkin sebagian tokoh menilai sebuah hadis adalah sahih, sedangkan sebagian tokoh yang lain menilai hadis yang sama sebagai dhaif. Ini adalah perbedaan pendapat yang dibenarkan, asalkan tokoh-tokoh tersebut layak untuk menilai derajat hadis.
  3. al-Qur’an dan al-Sunnah perlu dipahami berdasarkan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah ilmu yang telah digariskan oleh para ilmuwan Islam. Namun adakalanya timbul perbedaan dalam memilih metode yang paling tepat, sehingga akhirnya menghasilkan kesimpulan hukum yang berbeda. Ini sekali lagi merupakan perbedaan yang dibenarkan asalkan dihasilkan oleh mereka yang layak untuk berijtihad.
Ada tiga cara untuk mendapatkan rahmat Allah SWT apabila berhubungan dengan pendapat-pendapat yang masuk dalam kategori ini, yaitu:
1. Menerima dan melaksanakan semua pendapat - Jika di dalam sebuah perkara terdapat perbedaan pendapat, maka hendaklah diterima dan dilaksanakan semua pendapat yang ada. Bila ini tidak dilakukan, orang awam akan menyangka bahwa hanya ada satu pendapat untuk perkara tersebut dan berkeras bahwa hanya pendapat itulah yang benar. Ini menyebabkan kejumudan dan perpecahan dalam umat Islam. Karena masyarakat akan menyangka bahwa hanya apa yang mereka praktekkan saja benar, sedangkan apa yang dipraktekkan oleh masyarakat di tempat lain adalah salah.
Sebagai contoh, jika imam membaca Basmallah dengan kuat ketika sholat Maghrib, maka hendaklah dia membaca Basmallah dengan perlahan bagi sholat Isya. Jika hari ini imam membaca doa qunut ketika sholat subuh, hendaklah keesokan harinya dia tidak membaca doa qunut. Dengan demikian masyarakat menyadari, bahwa qunut shubuh adalah masalah furu’ dan tidak patut digunakan untuk memecah belah masyarakat.
2. Memberi prioritas kepada usaha lain yang lebih penting - Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam keberagaman pendapat, seseorang mampu mengkaji dan mengunggulkan satu pendapat yang paling kuat (rajih). Akan tetapi apa yang dianggap kuat olehnya mungkin dianggap lemah (marjuh) oleh orang lain, demikian pula sebaliknya. Perdebatan masalah ini tidak akan menemukan titik akhir.
Bagi orang awam, jangan buang-buang waktu dengan perdebatan tersebut. Memerah pikiran dan tenaga untuk membedakan antara yang rajih dan marjuh tidak sepatutnya menjadi prioritas seorang Muslim yang hendak mencari rahmat Allah pada zaman ini. Banyak isu lain yang patut diberikan prioritas seperti memberantas bid’ah, membetulkan penyelewengan agama oleh golongan Islam Liberal, Syi’ah, Orientalis dan media, berdakwah kepada golongan bukan Islam, dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar. Oleh sebab itu hendaklah seorang Muslim melaksanakan Fiqh al-Awlawiyyat yaitu memberikan prioritas berdasarkan tempat, waktu, dan keadaan.
3. Memberi perhatian kepada pendapat yang lebih memudahkan - Seandainya dalam beragam pendapat, terdapat pendapat atau hukum yang lebih memudahkan umat islam, maka hendaklah diberi perhatian lebih kepada hukum tersebut. Contohnya terdapat dalam masalah layak atau tidaknya seseorang itu dianggap dalam keadaan musafir.
Pendapat pertama menetapkan jarak minimum dan waktu maksimum yang membolehkan seseorang itu dianggap musafir. Yang banyak dipraktekkan di Indonesia adalah untuk dianggap musafir, maka seseorang itu perlu melakukan perjalanan lebih 90 km dan kurang dari 3 hari.
Sedangkan pendapat kedua tidak menetapkan syarat apapun. Asalkan seseorang itu melakukan suatu perjalanan yang melebihi kebiasaan dan tidak berniat menetap dalam perjalanan tersebut, maka dia boleh menqasarkan sholatnya dan berbuka jika sedang berpuasa.
Jika dianalisa, pendapat kedua lebih memudahkan dan mendekati tujuan syari’at islam yang ingin menghindari kesulitan bagi seseorang yang sedang bermusafir.
Adakalanya sebagian orang keberatan untuk menyampaikan sesuatu yang memudahkan umat karena sikap berhati-hati dan khawatir kemudahan itu akan dipermainkan oleh masyarakat. Keberatan ini tidak sepatutnya timbul karena:
1. Sikap berhati-hati memang baik, namun hendaklah juga berhati-hati agar sikap tersebut tidak diletakkan di tempat yang salah. Menyembunyikan sesuatu yang mudah berart menyembunyikan Islam yang sebenarnya.
2. Orang yang mempermainkan hukum agama bukanlah mereka yang mempraktekkan kemudahan agama secara berlebih-lebihan, akan tetapi adalah mereka yang tidak melaksanakan hukum agama sama sekali. Malah yang patut dikhawatirkan adalah, kenapa sebagian masyarakat tidak melaksanakan hukum agamanya? Mungkinkah mereka selama ini dipaksa dengan berbagai hukum yang berat dan azab yang menakutkan sehingga mereka menjadi putus asa dan menjauh dari agama?
PERBEDAAN PENDAPAT YANG DILARANG
Perbedaan pendapat yang terlarang adalah apabila dihasilkan bukan dari pokok (ushul) yang disepakati. Dengan kata lain, perbedaan tersebut dihasilkan dari sumber lain selain dari al-Qur’an dan al-Sunnah, atau berdasarkan pemahaman yang berbeda dengan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah ilmu.
Kesalahan-kesalahan tersebut adalah:
1. Menjadikan para tokoh agamawan seperti syaikh, imam dan ustaz sebagai sumber pokok agama sehingga menerima apa saja pendapat dan hukum yang mereka keluarkan. Ini adalah satu kesalahan kerana peranan para syaikh, imam dan ustaz adalah menyampaikan al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan pemahaman sahabat dan kaedah-kaedah ilmu, bukannya menggantikan al-Qur’an dan al-Sunnah dengan teori atau kaedah tersendiri.
2. Menjadikan amalan masyarakat dan tradisi sebagai hujah agama, sehingga apa yang dilakukan oleh majoriti dijadikan dalil yang mengatasi al-Qur’an dan al-Sunnah. Ini juga adalah satu kesalahan kerana amalan masyarakat dan tradisi bukanlah hujah agama.
3. Menjadikan jamaah masing-masing sebagai tujuan beragama dan menganggap jamaah tersendiri adalah yang paling benar dan paling baik dibandingkan dengan jamaah yang lain. Hasilnya, setiap jamaah akan ada ciri-ciri tersendiri yang dijadikan dalil agama sehingga membelakangi al-Qur’an dan al-Sunnah.
4. Menjadikan kedudukan, kemasyhuran dan kepentingan sendiri sebagai agenda beragama, sehingga ke tahap sanggup menyampaikan pendapat atau hukum yang berlawanan dengan pemahaman yang benar terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah.
Walaupun perbedaan pendapat jenis ini adalah dilarang, akan tetapi kita tetap berusaha mencari rahmat Allah SWT dalam berinteraksi dengannya.
Pertama : Berbaik sangka
1. Mungkin orang ini tidak tahu sedang melakukan kesalahan, dan selama ini tidak ada orang yang menerangkan bahwa itu salah.
2. Mungkin ada kesalahpahaman sehingga apa yang disandarkan sebagai kesalahan seseorang, sebenarnya tidak berasal dari orang tersebut.
3. Mungkin orang yang dianggap melakukan kesalahan sebenarnya memiliki hujah yang betul dan tidak diketahui oleh pihak yang menyalahkannya.
Kedua : Menentukan format dialog
Dialog tidak akan menghasilkan manfaat, jika tidak ditetapkan format dialognya. Format dialog yang dimaksudkan adalah mencari dan menyetujui pendapat-pendapat yang paling mendekati al-Qur’an dan al-Sunnah berdasarkan pemahaman para sahabat dan metode-metode keilmuwan dalam Islam.
Ketiga : Berdiskusi berdasarkan adab Islam
Keempat : Menjauhi perdebatan
Kelima : Bersikap adil dalam menerima hasil diskusi
Adil sebelum dialog adalah berbaik sangka, adil ketika berdiskusi adalah bersikap lemah-lembut, sedangkan adil setelah berdialog adalah:
1. Jika teman berdialog mengakui kesalahannya, maka bersyukurlah kepada Allah dan jangan mengungkit kesalahannya yang lama.
2. Jika kesalahan yang dilakukan oleh teman dialog itu telah tersebar meluas di kalangan masyarakat, hendaklah dijelaskan kepadanya tentang kesalahan tersebut. Walaupun dia tidak menerima kesalahannya, mungkin di kemudian hari dia akan mengakui kesalahannya dan kemudian bertobat.
3. Jika teman dialog kita tetap ngotot dengan kesalahannya, mungkin cara kita berdialog yang tidak tepat atau mungkin orang itu memerlukan waktu untuk berpikir.
PERSATUAN UMAT DAN KEBERAGAMAN PENDAPAT
Kebanyakan orang menyerukan umat Islam untuk meninggalkan perpedaan pendapat supaya bisa bersatu. Persatuan umat Islam memang penting, tapi ada beberapa kelemahan apabila dikaitkan dengan isu perbedaan pendapat, yaitu:
1. Apabila diseru kepada persatuan umat dengan cara menghindari perbedaan pendapat, seruan seolah-olah melarang masyarakat untuk berbeda pendapat. Ini adalah cara yang salah, karena berbeda pendapat adalah fitrah manusia dan kehendak Allah SWT. Maka cara yang benar bukan menyuruh umat untuk menghindari perbedaan pendapat, tetapi mengajar umat cara berinteraksi dengan keberagaman pendapat.
2. Perbedaan pendapat terbagi dua yaitu yang dibenarkan dan yang dilarang. Apabila berhadapan dengan perbedaan pendapat yang dibenarkan, maka persatuan umat haruslah didahulukan. Ini karena isu cabang tidak boleh diunggulkan atas isu pokok.
Sedangkan bagi perbedaan pendapat yang dilarang, dialog amat diperlukan dibandingkan persatuan umat Islam. Ini karena perbedaan pendapat jenis ini melibatkan isu pokok (ushul) agama. Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan merusakkan pokok yang lain, yaitu persatuan umat Islam.
Sebagai contoh, aliran anti hadis, aliran Syi’ah, pemikiran islam Liberal dan amalan bid’ah tidak boleh didiamkan demi menjaga persatuan umat Islam. Jika didiamkan, dia akan menyelinap secara bertahap sehingga apa yang batil akan dianggap benar oleh umat Islam. Persatuan mungkin terpelihara, tetapi apa arti persatuan jika bercampur aduk antara kebenaran dan kebatilan?
3. Terdapat segelintir pihak yang coba menjustifikasikan perbedaan pendapat yang dilarang ke atas slogan “Demi persatuan umat Islam”. Padahal Allah SWT telah berfirman: “Dan berpegang teguhlah kamu sekalian kepada tali Allah (agama Islam), dan jangan kamu bercerai-berai”. (Ali-Imran 3;103). yang dimaksud dengan tali Allah adalah agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Sunnah yang shahih berdasarkan pemahaman para sahabat dan kaidah-kaidah yang telah digariskan oleh para ilmuwan Islam. Kita tidak boleh bersatu di atas “tali masyarakat”, “tali pendapat tokoh sekian-sekian”, “tali kemodrenan”, “tali pemikiran baru” atau tali apa saja selain “tali Allah”.
4. Menyampaikan kebenaran demi membetulkan amalan masyarakat tidak boleh dihalangi atas alasan ia akan merusakkan persatuan umat Islam (baca: masyarakat). Seandainya benar menyampaikan ayat-ayat Allah dan hadis-hadis Rasul-Nya akan menyebabkan perpecahan masyarakat, maka faktor perpecahan tidak boleh ditujukan kepada usaha menyampaikan. Sebaliknya hendaklah ditujukan kepada “masyarakat” yang enggan menerimanya. Ini kerana jika faktor perpecahan ditujukan kepada usaha menyampaikan, kita secara tidak langsung menyalahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kerana usaha baginda menyampaikan risalah Islam telah juga menyebabkan perpecahan di kalangan masyarakat Arab saat itu.