Asal Nama Suriname
Sinopsis
Suriname adalah sebuah daerah
seukuran desa dalam wilayah Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis. Dahulu kala
adalah sebuah kerajaan yang bernama Batin Betuah. Raja Kerajaan Batin Betuah
ini bernama Tuahbasa Syahansyah. Raja mempunyai seorang permaisuri yang cantik
jelita bernama Putri Embun Mewangi. Raja ini sangatlah bijaksana dan sayang
kepada rakyatnya. Raja mendirikan sebuah balai pertemuan yang luas sebagai
tempat untuk bermusyawarah dengan para menteri, cerdik pandai, atau tempat ia
menerima rakyatnya yang ingin mengadukan berbagai hal. Sekarang daerah tempat
balai pertemuan itu berada bernama Balai Raja.
Kebaikan hati raja ini berbanding
terbalik dengan istrinya yang cantik jelita. Permaisuri adalah seorang yang
jahat hatinya, namun sangat pandai bersandiwara mengambil hati suaminya
sehingga sang raja sangat sayang pada permaisuri. Tidak banyak yang tahu akan kejahatan
permaisuri ini. Termasuk yang tahu adalah sang Ibu Suri. Ibu Suri sering
memberi nasihat tentang istrinya kepada anaknya, Raja Tuahbasa Syahansyah. Akan
tetapi, sang raja tak begitu menggubris perkataan ibunya. Bahkan sering raja
membantah pengaduan sang ibu, walau dengan sangat halus.
Ternyata usia Raja Tuahbasa tak
panjang. Setelah sang raja meninggal dan digantikan anaknya yang masih sangat
belia, mulailah sang permasuri menampakkan watak aslinya. Yang menjadi raja
memang anaknya, tapi yang berkuasa adalah sang permaisuri. Ia membuat berbagai
makar. Salah satu makar yang dirancangnya adalah mengenyahkan Ibu Suri, ibu
mendiang suaminya, dari istana kerajaan.
Karena tak tahan dengan berbagai
ujian yang ditimpakan oleh sang permaisuri kepadanya, akhirnya sang ibu suri
melarikan diri dari istana bersama dayang kepercayaannya, Mawar Putih dan Awan
Senja. Mereka menyamar jadi rakyat jelata, hidup sebagaimana layaknya
orang-orang biasa. Hanya orang-orang tertentu yang tahu keberadaan Ibu Suri.
Ibu Suri akhirnya meninggal di sebuah rumah kayu sebagai seorang rakyat biasa.
Ia dimakamkan di pondok kayunya tersebut.
Tempat Ibu Suri dimakamkan itu
sekarang diberi nama Suriname, diambil dari nama Ibu Suri: Putri
Name Cahya.
Pemeran
1.
Lutfi Afiif Yazu sebagai Raja Tuahbasa Syahansyah
2.
Muhammad Gunawan sebagai pen gawal
3.
Tiara Meldiany Putri
4.
Dinda Mustika
5.
Suci Prismulanda
6.
Nur Putrialita
7.
Rezti Fadillah
8.
Dita Yolanda
9.
Dian Kasturi
10.
Safitri R
11.
Mutia Amatullah
12.
Buselvione Putri
13.
Siti Luthfiah
14.
Andini
Widya Sari
Naskah
Babak
I
Di sebuah taman yang indah, taman
Kerajaan Batin Betuah. Raja Tuahbasa sedang berjalan-jalan berdua saja dengan
permaisurinya, Putri Embun Mewangi.
Tuahbasa : Adinda, lihatlah taman ini, alangkah indahnya.
Subhanallah, Allah Yang Mahaindah telah
menciptakan
dengan sangat sempurna. Rasanya mata tak hendak berpaling dari menikmati
pesona alam
yang menyejukkan mata ini.
Putri Embun : Benar, Kanda. Semua ini adalah di antara
bukti keberhasilan Kanda mengelola kerajaan.
Kanda berhasil
menjadikan Kerajaan Batin Betuah ini makmur sejahtera.
Raja : Ah, jangan berlebihan memuji, Dinda. Rasanya
belum banyak yang bisa kulakukan untuk
rakyatku. Aku
masih belum bisa mengenyahkan kemiskinan dari negeriku. Rasanya waktuku
tak pernah
cukup untuk berbuat. Rasanya....
Putri Embun : Sudah..sudah Kanda. Lihatlah kupu-kupu
itu. Warnanya sangat banyak dengan paduan yang
memukau. Aku
iri dengan kupu-kupu itu, Kanda.
Raja : Kenapa, Dinda. Memangnya apa kelebihan
kupu-kupu itu dibanding, Dinda.
Putri Embun : Sepertinya kupu-kupu itu teramat bahagia.
Dirinya yang cantik jelita, bisa terbang ke mana
saja, dan
selalu mengisap madu bunga-bunga nan indah.
(Raja Tuahbasa terdiam.
Termenung. Wajahnya terlihat agak muram. Ia duduk memandang tak bergeming ke
depan.)
Putri Embun : Kanda kenapa. Maafkan Dinda kalau ucapan
tadi tidak berkenan di hati Kanda.
Raja : Tidak, bukan itu Dinda.
Putri Embun : Lalu ... apa Kanda...
Raja : Aku sering bermimpi yang sama beberapa waktu
belakangan ini. Sepertinya ...
Putri Embun : Sepertinya..apa.. Kanda?
Raja :
(terdiam, seperti merenung....)
Hhhh..... sepertinya aku mendapat
firasat bahwa umurku tak
akan lama
lagi...
Putri Embun : Ahh.. firasat itu kadang lebih banyak
salahnya, Kanda. Tidak usah terlalu Kanda jadikan
pedoman.
Raja : Entahlah....
(Tiba-tiba Ibu Suri datang. Ibu Suri berjalan tergesa-gesa dan
tampak serius. Ibu Suri langsung berdiri di depan mereka berdua.)
Ibu Suri : Tuahbasa.....
Raja : Ya..
Ibunda.. (Tuahbasa langsung berdiri dan
membungkuk hormat pada ibunya.)
Ibu Suri : Ibu ingin bicara....
Raja : Silakan
Ibunda...
Ibu Suri : Hanya berdua
denganmu...
Raja :
Ya..Ibunda. (Raja memandang pada
permaisurinya sebagai isyarat untuk meninggalkan mereka berdua.)
(Permaisuri Putri Embun Mewangi
pergi kembali ke ruang istana)
Ibu Suri : Tuahbasa....
Raja : Ya.. Ibunda..
Ibu Suri : Ibu ingin kau mengganti istrimu dengan perempuan
lain yang lebih bersih hatinya
Raja : ( terdiam, roman wajahnya tampak keruh) ...
Ibu Suri : Ini yang
kesekian kalinya Ibu menyampaikan kepadamu, anakku.
Raja : Ibunda .....aku..aku..
Ibu Suri : Kamu cinta kepadanya, ya, begitukan. Kau tidak tahu
bahwa dia adalah wanita berhati ular
berbisa. Semua
yang ditampakkannya kepadamu hanyalah sandiwara belaka. Ibu ini wanita,
ibu lebih tahu daripadamu.
Percayalah pada ibu.
Raja : Ibunda....
Ibu Suri : Anakku, belum cukupkah masa mulai dari kandungan
hingga kau sebesar ini untuk
mempercayai
ketulusan cinta ibumu ini kepadamu. Bersegeralah sebelum semua terlambat.....
(Ibu Suri pergi meninggalkan
anaknya. Tuahbasa terpaku di tempatnya.)
Babak
II
Istana Kerajaan Batin Betuah
dipenuhi warna kelabu. Awan hitam menggelayut berat di langit negeri Batin
Betuah. Air mata menggenangi di setiap sudut mata rakyat negeri Batin Betuah.
Andai tiap benda di negeri Batin Betuah bisa menangis maka negeri Batin Betuah
akan banjir air mata menangisi kepergian Raja Tuahbasa Syahansyah.
Jenazah Raja Tuahbasa Syahansyah
dibaringkan di balairung utama istana. Tak ada yang bersuara. Angin pun seakan
berhenti berembus.
Ibu Suri duduk terpaku terpaku. Ia berusaha menahan
agar tangisnya tak bersuara, namun air matanya tumpah membasahi gaun hitamnya.
Tak dapat disebutkan kedukaan hatinya.
Permaisrui tampak melangkah pelan
menuju jenazah suaminya. Ada keraguan di hatinya melihat keberadaan Ibu
Suri. Ibu Suri yang kemudian menyadari
siapa yang datang, tak dapat menahan emosinya. Ia berdiri dengan cepat dan
menatap Sang Permaisuri dengan tajam.
Ibu Suri : Kau...wanita ular berbisa. Kaulah yang
menyebabkan kematian anakku!
Permaisuri : Ibunda.... setiap orang akan menemui kematian...
Ibu Suri : Tapi, anakku mati karena kau telah membunuhnya!
Wanita laknat, tidak usah lagi kau
bersembunyi di balik wajah jelitamu
itu. Kau adalah iblis berwujud manusia. Apakah kau kira
tak ada orang
yang tahu niat-niat busukmu selama ini. Kau telah meracun anakku. Kau iblis
betina yang
haus kekuasaan. Begitu anakku mati, maka kaulah yang akan berkuasa..
Permaisuri : Ibu menuduh tanpa bukti. Yang berkuasa bukan aku, tetapi
Pangeran Elang Putih, sang putra
mahkota.
Ibu Suri : Apalah arti kanak-kanak itu. Apa yang bisa
dilakukannya. Untuk namanya memang dia, tapi
sebenarnya kaulah yang akan mengendalikan kerajaan ini.
Licik.
(Dayang-dayang setia Ibu Suri
menghampiri Ibu Suri untuk menenangkannya.)
Dayang Mawar Putih : Sudahlah Tuan Putri... kasihan Tuanku
Raja, ia akan sedih melihat Tuan Putri dan
permaisuri
bertengkar.
Dayang Awan Senja : Mari Tuan Putri.. (membimbing Ibu Suri
menuju tempat beristirahat.)
Ibu Suri : Anakku .... aku telah berulangkali mengatakan
padamu, tapi engkau tak mau peduli. Cintamu
pada perempuan
durhaka itu telah membutakan mata hati dan akal sehatmu. Sekarang,
lihatlah bahwa apa yang
ibu katakan benar.
(Ibu Suri
menangis keras.. Dayang-dayangnya
memapahnya pergi)
Babak
III
Sang permaisuri, Putri Embun
Mewangi, sekarang berkedudukan sebagai Ibu Suri yang baru. Bisa dikatakan bahwa
kendali kerajaan berada di bawah kemauannya. Memang anaknya yang menjabat raja,
tetapi Elang Putih baru berusia tiga belas tahun. Jabatan raja itu hanya
sebagai simbol baginya. Elang Putih tetaplah seorang kanak-kanak, melewati hari-harinya dengan bermain bergembira bersama teman-teman
sebayanya.
Putri Embun Mewangi duduk di
kelilingi dayang-dayangnya. Mereka sedang merencanakan makar untuk mengenyahkan
Putri Name Cahya, ibu mendiang suaminya dari istana. Putri Name Cahya sangat
benci kepadanya. Mantan ibu suri itu juga terlalu banyak tahu tentang siapa dia
sesungguhnya. Hal ini berbahaya bagi rencana-rencananya ke depan. Hanya satu
pilihan, Putri Name Cahya harus dienyahkan. Putri Embun Mewangi tidak ingin
membunuh mantan mertuanya itu. Ia masih segan dengan kebaikan hati suaminya.
Bagaimana pun ia memang telah membunuh suaminya dengan tangannya sendiri dengan
meracunnya, tapi tetap sulit baginya untuk mengingkari bahwa suaminya itu
adalah lelaki terbaik di muka bumi ini yang pernah ia temui. Hanya saja, ia
bernasib malang karena terlalu mudah diperdaya oleh tipu daya wanita.
Putri Embun Suri : Berikan aku pendapat kalian
tentang bagaimana caranya untuk mengenyahkan
wanita
tua itu secepatnya dari istana ini..
Dayang Bunga
Tanjung :
Putri, izinkan kami menyiksa kedua dayang setianya. Hal ini akan menjadi
pukulan batin bagi mantan ibu
suri.
Putri Embun : Kau kuizinkan. Kapan akan kaulakukan...?
Dayang Teratai : Besok mereka berdua biasanya sedang
mengumpulkan bunga-bunga mawar untuk
mandi kembang mantan ibu suri. Saat itu saya rasa adalah saat yang
tepat.
Putri Embun : Bagus. Ajak teman-temanmu ini. Kalau kalian
berhasil, akan kuberi hadiah yang B
Banyak untuk kalian.
Apalagi ide kalian..
Dayang Rintik Hujan : Tuan Putri. Mengapa Tuan Putri bersusah
payah mencari cara-cara yang rumit untuk
membuat mantan ibu suri angkat kaki dari istana. Menurutku, mengapa Tuan
Putri tidak langsung saja memberi
ancaman kepada mantan ibu suri. Saya rasa ancaman sudah cukup merubah pikiran
wanita tua itu. Ia seorang yang sangat perasa dan sangat menjunjung harga diri.
Ia akan tersinggung dan merasa tak akan membutuhka istana ini lagi karena harga
dirinya akan mengatakan bahwa terlalu hina baginya untuk mengemis agar bisa
tetap tinggal dengan kemewahan harta benda. Aku yakin, ia akan dengan senang
hati angkat kaki dari istana ini tanpa
kita perlu memaksanya.
Putri Embun : Kau memang pintar
Rintik Hujan. Tak salah aku memilihmu sebagai orang kepercayaanku.
Ha..ha...ha.... setelah ini tak akan ada lagi yang bisa menghalangi
langkah-langkahku. Ha...ha...ha..
kerajaan ini akan sepenuhnya di bawah kendaliku. Haa..ha..ha.....
Babak
IV
Mawar Putih dan Awan senja sedang
sibuk memetik bunga melati untuk mandi kembang Putri Name Cahya. Mereka tak
menyadari kedatangan Bunga Tanjung dan
teman-temannya.
Dayang
Kembang Setaman :
Hei Mawar Putih, hei dayang goblok, apa
yang kau lakukan...
Mawar Putih : Jaga mulutmu kalau
bicara...
Dayang
Rumpun Ilalang :
Memang kau bodoh, untuk apa kau masih mau menjadi pelayan wanita tua tak
berguna
itu. Sekarang ia bukan siapa-siapa lagi. Dan sebentar lagi perempuan tua itu
akan enyah dari istana
ini. Dan kalian berdua boleh terus mengekor padanya untuk
sama-sama
menderita.
Ha..ha..ha
(Bunga
Tanjung dan teman-temannya tertawa-tawa.)
Awan Senja : Paling tidak kami masih punya hati,
daripada kalian. Kalian adalah pelayan wanita
setan.
Dan kalian juga berhati setan seperti tuan kalian.
Dayang Mayang
Seri : Kami akan mengadukan ucapan kalian kepada
Putri Embun, biar kalian digantung.
Mawar Putih : Kadukan saja..kami tidak
takut..
(Bunga Tanjung dan teman-temannya
mengeroyok Mawar Putih dan Awan Senja. Keduanya babak belur hingga susah untuk
berdiri. )
Dayang Pinang Merah : Rasakan itu, pelayan bodoh!
(Bunga Tanjung dan teman-temannya
berlalu dengan cepat, meninggalkan Mawar Putih dan Awan Senja tergeletak begitu
saja.)
Babak V
Putri Name Cahya sedang duduk
bersantai di kamarnya ditemani dayang setianya: Mawar Putih dan Awan Senja.
Tiba-tiba pintu disentak dengan keras. Masuklah dengan angkuhnya Putri Embun
Mewangi diiringi Dayang Pinang Merah dan sorang pengawal.
Putri Embun : Hei, perempun tua...
Putri Name : Tak punya sopan santun. Apa kau tak pernah diajari tata
krama oleh kedua orang tuamu.
Atau....
Putri Embun : Tak usah banyak bicara tua bangka! Aku
datang untuk memberi takdir pada nasibmu...
Putri Name : Manusia tak tahu balas guna! Sampah! Lihat dirimu.... Siapa
dirimu sebelum diambil istri oleh
anakku. Kau
adalah rongsokan tak berguna... kau manusia jelata nan hina. Sekarang setelah
dipelihara dengan berbagai kenikmatan kau
malah menikam. Kau tak ubahnya binatang buas.
Kau...
Putri Embun : Cukup perempuan tua...
Putri Name : Kau hendak menentukan takdirku... Heh.. kesombonganmu telah di puncaknya. Kau
telah
menyamakan
dirimu dengan Tuhan. Kutukan anakku telah menimpa dirimu, sebentar lagi
kutukan Tuhan
yang akan menimpamu.
Putri Embun : Dengarkan nenek tua! Kau harus segera
angkat kaki dari istana ini.. kalau tidak ...
Putri Name : Kalau tidak.. apa ...!
Putri Embun :
Kalau tidak.. aku akan menyeretmu.....
Kau harus
bangun dari mimpi-mimpimu. Sekarang kau bukan siapa-siapa lagi. Sekarang yang
menjadi raja
adalah anakku. Di kerajaan ini aku bisa lakukan apa pun yang kumau, aku bisa
dapatkan apa
saja yang aku inginkan. Kau masih beruntung karena aku tak memenggal
lehermu.
Putri Name : Kau....kau.... berani mengusirku....
(Putri Name menampar Putri Embun,
tetapi tangannya ditangkap Putri Embun lalu mendorongnya sehingga Putri Name
terjatuh. Putri Name bangkit kembali untuk menyerang Putri Embun. Terjadi
perkelahian antara mereka, dan dimenangkan Putri Embun yang masih muda dan
kuat. Ketika Putri Name hendak menyerang lagi, pengawal Putri Embun memukulnya
jatuh. )
Putri Embun : Kau beruntung bahwa aku tak
memotong-motong daging tuamu untuk makan anjing
peliharaanku.
Begitu matahari terbit esok, aku tak mau lagi melihat wajahmu yang buruk itu
di istanaku
yang indah ini!
(Putri Embun melangkah pergi
diikuti dayang dan pengawalnya. Tinggallah Putri Name dan dayang setianya.
Putri Name menangis meratapi
nasibnya.)
Putri Name : Kemudi dipegang sang nakhoda
Hendak
dibawa berlayar ke Pulau Perca
Sepanjang
usianya ia adalah orang mulia
Saat
kematian hendak datang ia jadi orang yang hina
Anakku
Tuahbasa, lihatlah betapa malang nasib ibumu. Sudah kukatakan beribu kali
padamu, kau tak juga mau percaya.
Babak VI
Tampak kelelahan yang sangat pada
wajah Putri Name dan dua dayang setianya. Mereka telah berjalan berhari-hari
meninggalkan istana kerajaan Batin Betuah. Mereka bukan lagi orang-orang
istimewa yang bergelimang harta dan kemewahan. Sekarang mereka adalah
orang-orang biasa, rakyat jelata. Pakaian mereka tak lagi indah seperti dulu.
Putri Name : Mawar, berhenti dulu. Aku capek sekali.
Mawar Putih : Ya .. Tuan Putri.
Putri Name : Awan.. apa kau tak menyesal ikut menderita bersamaku?
Awan Senja : Tidak Tuan Putri. Hamba akan terus merawat Tuan Putri.
Putri Name : Kalian memang dayang-dayangku yang setia. Kalau saja
Tuahbasa masih hidup, tentu nasib
kita tidak akan
seburuk ini. (Putri Name menangis..)
Angin utara
membawa mendung
Bersorak
rumput menerima hujan
Bukan salah
bunda mengandung
Sudah takdir
suratan tangan
Semenjak
laksamana melempar sauh
Lancang
kuning membelah lautan
Kepada siapa
badan hendak mengeluh
Sakit rasa
tak tertanggungkan
Budak Melayu
bermain sepak raga
Orang Banjar
jadi lawan tanding
Badan mati
tak mengapa
Kepada Tuhan
jua mata berpaling
Setelah terus berjalan dan
berjalan, akhirnya Putri Name Cahya memutuskan berhenti di suatu tempat. Ia
merasa coco di tempat tersebut. Dengan dibantu dayang-dayangnya, ia mendirikan
sebuah rumah kayu. Di rumah itulah mantan ibu suri Putri Name Cahya menghabiskan
hidupnya sebagai rakyat biasa. Siksaan batin yang sangat berat membuat umurnya
tak lama. Ia meninggal di tempat itu dan dikuburkan tak jauh dari pondok yang
ia dirikan.
Tempat itu kemudian berkembang
menjadi ramai, berkmbang menjadi sebuah desa.
Tempat itu akhirnya diberi nama Suriname, diambil dari nama ibu suri
Putri Name Cahya.
Karya : Yudi Hendra, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia SMA IT MUTIARA DURI