Wednesday, March 2, 2016

Puisi-puisi babak penyisihan FLS2N 2016

   
SUNGAI KECIL
        D. Zawawi Imron
sungai kecil, sungai kecil!
di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwokerto
ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil
sekeras rinduku dan
di tepimu daun-daun
bergoyang menaburkan sesuatu
yang kuminta dalam doaku
sungai kecil, sungai kecil!
terangkanlah kepadaku,
di manakah negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang
jembatan bambu
agar para petani mudah melintasimu
akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi
merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil!
mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah,
istirahatlah ke dalam tidurku!
kau yang jelita kutembangkan
buat kasihku.

SURAT DARI IBU
      Asrul Sani
Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi
menyinar daun-daunan
dalam rimba padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja
belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!


TERATAI
    Sanusi Pane
Kepada Ki Hadjar Dewantara
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.
Teruslah, o Teratai bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman.
Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun angkat tidak diminat,
Engkau pun turut menjaga Zaman.



ORANG-ORANG HUKUMAN SETELAH SENJA
    Leon Agusta
Sepi itu kembali hinggap ke bumi
Sepi yang berlanjut
Ke pusat larut
Sementara itu
awan-awan merah menggamit
dalam gigil bendungan pemusnah,
hingga debu-debu terakhir
menghilang di kegelapan
Marapatkan daun pintu
Denyut jemu kemerdekaan
mengetuk-ngetuk tembok
Beserpihan di bawah palu
teror demi teror
Menggemakan maha sayupnya utopia
Berlatarkan nyanyian Eros dan nostalgia
yang tertekan;
sedang engkau yang datang pun
Tak menembus jaringan yang menjerat
nafas terputus-putus
Orang-orang hukuman setelah senja
Membaca mengatas aksara
Menulis hidup jelaga
Di dasar sepinya sendiri
Atas segala janji: Dimungkiri


MENUJU NEGERI ABADI
     Eka Budianta
Aku takut negeri ini akan runtuh
Sesaat setelah lebaran,
sesaat sebelum natal
Sesaat sesudah nyepi,
sesaat sebelum waisyak
Aku tahu semua rezim akan hancur
Dan muncul penguasa baru.
Tapi kamu tak percaya,
Kamu mengejek ketika aku menangis,
Tak enak makan melihat tentara bubar.
Kamu akan mencari cara
Membuat negara tanpa senjata,
Tanpa kebengisan, tanpa pembunuhan.
Kamu tahu negeri yang abadi
Bukan di bumi letaknya.


DALAM DOAKU
      Sapardi Djoko Damono
dalam doaku subuh ini kau menjelma
langit yang semalaman
tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima
cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan
menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang
di atas kepala,
dalam doaku
kau menjelma pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan
pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari
mana
dalam doaku sore ini kau menjelma
seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya
dalam gerimis,
yang hinggap di ranting
dan menggugurkan bulu-bulu bunga
jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu
hinggap di dahan mangga itu
magrib ini dalam doaku kau menjelma
angin yang turun sangat
pelahan dari nun di sana,
yang bersijingkat di jalan kecil
itu menyusup di celah-celah jendela
dan pintu dan
menyentuh-nyentuhkan pipi
dan bibirnya di rambut, dahi
dan bulu-bulu mataku