Unsur-Unsur Intrinsik Puisi
1.
Diksi
Yaitu pilihan kata yang dipakai oleh
penyair dalam mengungkapkan perasaan atau pikirannya. Beberapa kata yang
memiliki kesamaan atau kemiripan arti oleh penyair belum tentu bisa dipakai
semuanya, ia hanya akan memilih salah satu atau tidak semua untuk mewakili apa
yang hendak ia ungkapkan. Pemilihan kata dalam puisi sangat penting. Hal ini
berpengaruh pada keindahan, kedalaman dan kepadatan makna puisi tersebut.
Perhatikan contoh di bawah ini!
Matahari marah
Ulah manusia
Menghancurkan semesta
Larik puisi di atas menjadi lebih
bagus, lebih indah, lebih menusuk maknanya ketika kita ubah pilihan katanya
menjadi sebagai berikut.
Mentari nanar
Ulah manusia
Membinasa semesta
Kata matahari diganti dengan kata mentari, yang artinya
sama. Kata marah diganti dengan nanar. Kedua kata ini memiliki kesamaan arti.
Nanar di antara artinya dalam KBBI adalah marah sekali (mata gelap). Kata
menghancurkan diganti dengan kata membinasa, yang memiliki kemiripan arti.
Setelah penggantian dilakukan terasa puisi lebih menggetarkan di hati.
Inilah pentingnya diksi/pilihan
kata. Kemampuan memilih kata ini sangat diperlukan untuk menjadi seorang
penyair yang sukses. Kemampuan ini
kuncinya adalah penguasaan kosa kata yang banyak oleh penulis.
Kata Berlambang
Salah satu gaya bahasa atau pilihan
kata yang dipakai dalam puisi adalah kata berlambang. Kata berlambang maksudnya
adalah memilih suatu lambang untuk menyatakan makna tertentu. Lambang di sini
adalah benda, contohnya pohon, pisau, bunga, dan lain-lain.
Perhatikan contoh berikut.
Ibu mencintamu seperti mentari
Ibu mencintamu seperti lautan
Hangat dan dalam
Kata mentari dan lautan menjadi
lambang bagi cinta ibu.
Api membara
Membakar desa
Menjalar
Membakar kota
Membakar apa yang ada
Api dari mulut berbisa
Kata api dipakai untuk menjadi lambang bagi kata-kata yang keluar dari
mulut orang yang suka memfitnah dan mengadu domba.
2.
Suasana
Suasana adalah perasaan yang timbul
pada pembaca ketika membaca sebuah puisi. Seperti apa suasana hati yang timbul
ketika sebuah puisi itu dibaca oleh seseorang. Bisa jadi kita merasakan suasana
hati yang menyesal, kecewa, sedih, gembira, semangat, dan lain-lain.
Perhatikan contoh berikut.
Lelah dan letih tak peduli
Asa terus membara
Ada masa yang dicita
Di balik gunung pendakian pasti ada
mentari
Yang cahayanya menerangi
Langkah tak akan henti
Peluh keringat tabungan hari
Lautan ilmu hendak direnangi
Suasan hati kita membaca puisi di
atas adalah kita menjadi ikut bersemangat. Puisi di atas menggambarkan betapa
bersemangatnya seseorang dalam menuntut ilmu.
Maksud Isi Puisi
Menggali makna puisi bukan pekerjaan
mudah memang. Mencoba menentukan apa maksud sebenarnya di balik berbagai
pilihan kata penulis puisi membutuhkan wawasan yang luas tentang berbagai hal,
hati yang peka, dan lebih mantap lagi jika si pengulas juga seorang yang punya
banyak jam terbang dalam menulis puisi.
Menafsirkan dengan pas maksud puisi
tentu tidak bisa. Yang paling mungkin adalah mendekati maksud sebenarnya. Tentu
terbuka penafsiran lain bagi yang juga ingin menafsirkan puisi yang sama.
Berikut penulis akan mencoba
menafsirkan beberapa puisi dari penulis terkenal yang puisinya mungkin sudah
kita kenal dan hafal. Terbuka kritik dan saran untuk penafsiran yang penulis.
Yang mau bersama-sama membuat penafsiran, tentu itu yang lebih baik.
Jalan Segara
Karya Taufiq Ismail
Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri
1966
Di sinilah penembakan
Kepengecutan
Dilakukan
Ketika pawai bergerak
Dalam panas matahari
Dan pelor pembayar pajak
Negeri ini
Ditembuskan ke punggung
Anak-anaknya sendiri
1966
Jalan Segara menceritakan tentang
kegiatan demonstrasi (mahasiswa). Segara artinya lautan. Seakan jalan raya
telah dipenuhi lautan manusia yang berdemonstrasi menyampaikan
keluhan-keluhannya kepada pemerintah yang zalim. Lalu pemerintah yang berkuasa
menunjukkan kehebatan dan besarnya kekuatan mereka dengan menembak para
demonstran itu. Tempat penembakan itu adalah di jalan, tempat di mana mereka
berdemonstrasi. Tindakan zalim ini adalah sebuah bukti sikap pengecut penguasa.
Mereka takut mengakui kesalahan dan bersikukuh dengan kekuasaannya walau harus
menembak orang-orang yang hanya bersenjata suara dan hati nurani.
Dan pelor membayar pajak negeri ini.
Maksudnya adalah rakyat dengan
segala kemiskinannya tak sanggup lagi menopang hidup keluarganya, apalagi
membayar pajak. Kematian akhirnya menjadi harga yang pantas untuk melunasi
pajak-pajak yang semestinya dibayar rakyat tersebut. Peluru yang ditembuskan ke
dada mereka melunasi seluruh pajak yang semestinya mereka tanggungkan. Peluru
itu ditembakkan penguasa saat demonstrasi dilakukan.
Larik ini adalah sebuah ejekan yang
sangat pahit kepada para penguasa tentang betapa zalimnya penguasa saat itu.
Ditembuskan ke punggung anak-anaknya
sendiri.
Semestinya penguasa menjadi
pelindung rakyatnya, sebagaimana seorang ayah melindungi anak-anaknya. Yang
terjadi adalah penguasa membunuh rakyatnya sendiri.
DERAI DERAI CEMARA
Karya Chairil Anwar
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Karya Chairil Anwar
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Ketika membaca puisi ini, jiwa terasa langsung melayang,
mengalun dalam suatu suasana yang lembut, indah, syahdu, tapi sayu.
Bait pertama puisi ini menjadikan suasana alam yang tampak
oleh penyair sebagai perwakilan bagi apa yang saat itu ia rasakan. Secara
keseluruhan puisi ini menggambarkan
perasaan Chiril yang merasa dirinya lebih tenang, lebih dewasa, lebih bisa
merasakan makna kehidupan
Aku sekarang orangnya bisa tahan/sudah berapa waktu bukan
kanak lagi/tapi dulu memang ada suatu bahan/ yang bukan dasar perhitungan kini.
Si Aku sekarang sudah bisa tahan berhadapan dengan bala dan
warna-warni dunia. Daya tahan yang baru bisa dimiliki setelah melewati masa
yang berat sebagai orang-orang yang belum berpengalaman. Pengalaman yang pahit,
berat, dan panjanglah yang membuat orang bisa menjadi arif dan punya daya tahan
terhadap ragam warna dunia. Si Aku sudah dewasa.
Hidup hanya menunda kekalahan/tambah terasing dari cinta
sekolah rendah/dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan/sebelum pada akhirnya
kita menyerah.
Akhir hidup ternyata sebuah kekalahan: kalah oleh ajal,
kalah oleh nasib, kalah oleh takdir, kalah oleh waktu. Banyak hal yang tetap
tak bisa diucapkan karena orang lain tak bisa memahaminya, atau ia merupakan
rahasia pribadi, atau ia memang lebih baik untuk tidak didengar orang lain.