BAHASA INDONESIA DALAM KARYA
TULIS ILMIAH:
POKOK-POKOK PIKIRAN
Anang Santoso[1]
Sunaryo H.S.
Untuk mengawali tulisan, satu hal penting perlu
dikemukakan, yakni kaidah “selingkung” dalam tatatulis ilmiah. Kaidah
selingkung adalah aturan-aturan yang sifatnya berlaku dalam lingkungan
tertentu, misalnya departemen satu berbeda dengan departemen lainnya, pemda
satu berbeda dengan pemda lainnya, majalah satu berbeda dengan majalah lainnya,
jurnal satu berbeda dengan jurnal lainnya. Dengan demikian, apabila kita menyusun
karya tulis ilmiah, kita harus mengikuti aturan yang ada di lingkungan yang
dimaksud.
Tulisan ini tidak membahas aturan dalam
“selingkung” itu. Tulisan ini hanya memfokuskan pada aturan yang sifatnya
berlaku untuk semua penulisan karya ilmiah.
Apa yang harus diperhatikan dalam menggunaan
bahasa Indonesia (BI) untuk karya tulis ilmiah? Banyak hal yang harus dikuasai
oleh seorang penulis karya ilmiah. Berikut dikemukakan beberapa hal yang harus
diperhatilkan.
PERTAMA, BI YANG DIGUNAKAN ADALAH BI RAGAM TULIS.
Ragam ini mengharuskan penggunaan kata yang utuh, terutama kata yang mengandung
afiksasi atau pengimbuhan.
SESUAI
|
TIDAK
SESUAI
|
·
Bekerja
|
·
kerja
|
·
menjual
|
·
jual
|
·
tidak
|
·
nggak
atau tak
|
·
bukan
|
·
‘kan
|
·
Memang
|
·
emang
|
Dalam ragam tulisan peranan tanda baca atau
pungtuasi menjadi sangat penting. Perhatikan kalimat (1) dan (2) berikut!
(1) Peninggalan Kerajaan Majapahit, yang ada
di Probolinggo, sekarang sudah rusak parah.
(2) Peninggalan Kerajaan Majapahit yang ada di
Probolinggo sekarang sudah rusak parah.
(3) Istri Pak Zaini, yang ada di Blitar,
sedang bekerja.—yang ada di Blitar itu satu-satunya
(4) Istri Pak Zaini yang ada di Blitar sedang
bekerja. (yang ada di Malang ikut PLPG, yang ada di Tulungagung sedang ....3
bulan)
(5) Feed-back ‘balikan’
Dalam kalimat (1), anak kalimat yang ada di Probolinggo, yang ditulis di
antara dua tanda koma, hanyalah merupakan keterangan tambahan dan tidak
membatasi frasa peninggalan Kerajaan
Mahapahit. Sebaliknya, pada kalimat (2) anak kalimat yang sama membatasi
pengertian peninggalan Kerajaan
Mahapahit.
Implikasinya dari perbedaan ini ialah bahwa dalam
kalimat (1) Kerajaan Majapahit hanya mempunyai satu-satunya peninggalan sejarah
dan peninggalan itu ada di Probolinggo, sedangkan pada kalimat (2) Kerajaan
Majapahit mempunyai lebih dari satu peninggalan sejarah dan salah satu di
antara peninggalan itu ada di Probolinggo. Perbedaan yang dalam bahasa lisan
dinyatakan dengan menurunkan intonasi pada (1) di atas dalam bahasa tulis harus
diungkapkan dengan jelas sehingga tidak akan timbul salah mengerti.
KEDUA, BI YANG DIGUNAKAN ADALAH
BI YANG FORMAL. Formal
artinya resmi. Bentuk formal berlawanan dengan bentuk yang kolokial atau bahasa
sehari-hari. Bentuk formal digunakan dalam situasi berbahasa yang formal,
misalnya dalam penulisan karya ilmiah. Berikut contoh kata-kata formal dan
tidak formal.
FORMAL
|
TIDAK
FORMAL
|
·
Daripada
|
·
ketimbang
|
·
hanya
|
·
cuma
|
·
berkata
|
·
bilang
|
·
membuat
|
·
bikin
|
·
bagi
|
·
buat/pro/teruntuk
|
·
memberi
|
·
kasih
|
Berikut contoh bentukan kata yang formal dan tidak formal.
FORMAL
|
TIDAK
FORMAL
|
·
mencuci
|
·
nyuci
|
·
ditemukan
|
·
diketemukan
|
·
legalisasi
|
·
legalisir
|
·
lokalisasi
|
·
lokalisir
|
·
realisasi
|
·
realisir
|
·
terbentur
|
·
kebentur
|
·
tertabrak
|
·
ketabrak
|
·
pergelaran
|
·
pagelaran
|
·
metode
|
·
metoda
|
·
mengubah
|
·
merubah/merobah/mengobah
|
KETIGA, BAHASA ILMIAH BERTOLAK DARI GAGASAN. Itu berarti, penonjolan diarahkan pada gagasan
atau hal-hal yang diungkapkan. Pilihan kalimatnya lebih cocok kalimat pasif.
ORIENTASI
GAGASAN
|
ORIENTASI
PENULIS
|
·
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak berbakat
sangat penting.
|
·
Dari
uraian tadi penulis dapat menyimpulkan bahwa menumbuhkan dan membina anak
berbakat sangat penting.
|
·
Perlu
diketahui bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam
penanaman moral Pancasila
|
·
Kita
tahu bahwa pendidikan di lingkungan keluarga sangat penting dalam penanaman
moral Pancasila.
|
Peneliti mengemukakan x
Dikemukakan oleh peneliti
Kalimat aktif yang berorientasi pada gagasan dapat
digunakan seperti contoh (3) dan (4) berikut.
(3) Badudu (1985) menyatakan bahwa bahasa ilmiah merupakan suatu laras (register) bahasa yang khusus yang
memiliki coraknya sendiri.
(4) Perkembangan perekonomian Indonesia
pascareformasi berjalan sangat
lambat.
KEEMPAT, BAHASA ILMIAH BERSIFAT OBJEKTIF. Syarat ini terkait dengan ciri ketiga. Dengan
menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak, sifat objektif akan terwujud.
OBJEKTIF
|
SUBJEKTIF
|
· Contoh-contoh di atas telah memberikan
bukti besar peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.
|
· Contoh-contoh di atas telah memberikan
bukti betapa besarnya peranan orang
tua dalam pembentukan kepribadian anak.
|
· Dari paparan tersebut dapat disimpulkan
sebagai berikut.
|
· Dari paparan tersebut kiranya dapat disimpulkan sebagai
berikut.
|
KELIMA, BI YANG DIGUNAKAN ADALAH BAHASA YANG LUGAS. Lugas artinya ‘apa adanya’. Bahasa lugas
membentuk ketunggalan arti. Dengan bahasa yang bermakna apa adanya, salah
tafsir dan salah paham terhadap paparan ilmiah dapat dihindarkan. Dalam kalimat
(5) ditemukan keambiguan (kemaknagandaan) karena keterangan “yang muda” dapat
menerangkan hanya “wanita” atau “pria dan wanita”.
(5) Pria dan wanita yang muda harus ikut
serta.
Kalau prianya tidak harus muda maka kalimat (6) berikut akan lebih jelas.
(6) Wanita yang muda dan pria harus ikut serta.
KEENAM, KALIMAT YANG DIGUNAKAN DALAM KARYA ILMIAH ADALAH KALIMAT HEMAT. Kalimat hemat menghindari penggunaan kata
yang berlebihan. Berikut ditampilkan kalimat hemat dan tidak hemat.
HEMAT
|
TIDAK HEMAT
|
·
Nilai
etis tersebut menjadi pedoman hidup bagi setiap warga negara Indonesia.
|
·
Nilai
etis tersebut di atas menjadi
pedoman dan dasar pegangan hidup
bagi setiap warganegara Indonesia.
|
·
Pendidikan
agama di sekolah dasar tidak akan terlaksana dengan baik tanpa dukungan dari
orang tua.
|
·
Pendidikan
agama di sekolah dasar tidak akan terlaksana dengan baik tanpa adanya
dukungan dari orang tua dalam keluarga.
|
·
Obahorok
dengan iklhas menerima dan menghisap cerutu pemberian kepala suku yang lebih
besar, Presiden RI.
|
·
Obahorok
dengan ikhlas menerima dan menghisap rokok
cerutu pemberian kepala suku yang lebih besar, Presiden RI.
|
|
|
KETUJUH, KALIMAT YANG DIGUNAKAN ADALAH KALIMAT LENGKAP. Kalimat lengkap adalah kalimat yang
unsur-unsur wajibnya hadir dalam kalimat itu, khususnya subjek dan predikat.
Berikut ditampilkan contoh kalimat lengkap dan tidak lengkap.
LENGKAP
|
TIDAK LENGKAP
|
·
Pendidikan
memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi antara subjek didik dengan
pendidik.
|
·
Di
dalam pendidikan memerlukan bahasa sebagai alat komunikasi antara subjek
didik dengan pendidik.
|
·
Kenakalan
anak-anak yang kadang-kadang merupakan perbuatan kriminal memerlukan
perhatian yang cukup serius dari alat-alat negara.
|
·
Dengan
kenakalan anak-anak yang kadang-kadang merupakan perbuatan kriminal
memerlukan perhatian yang cukup serius dari alat-alat negara.
|
·
Bahasa
Indonesia tidak mengenal perubahan kata kerja karena perubahan kala dan
persona.
|
·
Di
dalam bahasa Indonesia tidak mengenal perubahan kata kerja karena perubahan
kala dan persona.
|
·
Di
dalam bahasa Indonesia tidak dikenal perubahan kata kerja karena perubahan
kala dan persona.
|
KEDELAPAN, BAHASA DALAM KARYA TULIS BERSIFAT KONSISTEN. Konsisten artinya ‘taat asas’ atau ajeg. Sekali sebuah unsur bahasa, tanda
baca, dan tanda-tanda lain, serta istilah digunakan sesuai dengan kaidah, itu
semua selanjutna digunakan secara konsisten. Sebagai contoh, apabila pada
bagian awal uraian terdapat singkatan SMP (Sekolah Menengah Pertama), pada
uraian selanjutnya digunakan singkatan SMP, bukan SLTP. Kalimat (7) adalah
tidak konsisten, sedangkan kalimat (8) adalah konsisten.
(7) Perlucutan senjata di wilayah Libanon
Selatan itu tidak penting bagi
pejuang Hisbullah. Untuk mereka, yang
penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
(8) Perlucutan senjata di wilayah Libanon
Selatan itu tidak penting bagi
pejuang Hisbullah. Bagi mereka, yang
penting adalah pencabutan embargo persenjataan.
Merujuk pada pandangan Suparno (1988) kata tugas “untuk” digunakan untuk
mengantarkan tujuan dan kata tugas “bagi” digunakan untuk mengantarkan objek.
Papaparan di atas hanyalah sebagaian hal yang
harus dipahami oleh seorang penulis karya ilmiah. Masih banyak aspek lain yang
harus dikuasai oleh penulis, seperti (1) cara merujuk atau mengutip dari
pelbagai sumber, (2) cara menuliskan daftar rujukan dan atau daftar pustaka,
(3) cara menulis abstrak, (4) cara merumuskan masalah dan tujuan, (5) cara
menjabarkan isi, (6) cara menyusun simpulan, dan sebagainya.
Perlu dipahami bahwa penguasaan berbagai-bagai
kaidah penulisan, termasuk di dalamnya penggunaan bahasa, tidak langsung jadi
begitu saja. Para penulis memerlukan proses yang panjang untuk menguasainya.
Bagi peserta seminar ini, menurut saya, haruslah menerapkan motto 3M1—membaca,
membaca, membaca—dan 3M2—menulis, menulis, menulis. Tanpa aktivitas membaca,
pengetahuan kita akan kering sehingga bekal untuk menulis pun sangat minim. Demikian
juga, menulis perlu dibiasakan dan dilatihkan. Tanpa pembiasaan dan pelatihan
yang intensif, kemampuan menulis kita sulit dikembangkan.
DAFTAR RUJUKAN
Basuki, I.A. 2000. Bahasa
Indonesia Artikel Ilmiah. Dalam Saukah, Ali & Waseso, Mulyadi Guntur (Eds.), Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (hlm. 65—84). Malang: Penerbit
Universitas Negeri Malang.
Dardjowidjojo, S. 1988.
Prinsip dan Format dalam Penulisan Ilmiah. Majalah
Pembinaan Bahasa Indonesia, 2(9): hlm. 111—134.
Johannes, H. 1983. Gaya
Bahasa Keilmuan. Dalam Halim, A. & Lumintaintang, Y.B. (Eds.), Kongres Bahasa Indonesia III (hlm. 644—659). Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Depdikbud.
Moeliono, A. Tanpa Tahun.
Bahasa yang Efisien dan Efektif dalam Bidang Iptek. Makalah disampaikan pada
Penataran Calon Penerjemah Buku Ajar Perguruan Tinggi, Sub-Proyek Peningkatan
Kualitas Sumber Daya Manusia, Ditjen Dikti, Depdiknas.
Rivai, M.A. 2005. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan
Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Suparno. 1998. Penggunaan
Bahasa Indonesia dalam Tulisan Ilmiah. Makalah disajikan pada Seminar-Lokakarya
Penyuntingan Jurnal Angkatan IV IKIP Malang, tanggal 13—16 Januari 1998.
[1] Dr. Anang Santoso, M.Pd. dan Dr.
Sunaryo H.S., S.H., M.Hum. adalah dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas
Sastra, Universitas Negeri Malang (UM). Makalah dipresentasikan dalam Seminar
Penulisan Karya Ilmiah di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tanggal 10 Agustus
2008.