Menafsirkan Kata, Bentuk Kata, dan
Ungkapan Idiomatik
Di dalam bacaan yang kita baca,
adakalanya terdapat penggunaan
kata yang berbentuk istilah atau
kata yang memerlukan penafsiran khusus.
Selain kata, terdapat pula
penggunaan bentuk kata atau kata turunan serta
pemakaian ungkapan idiomatik yang
maknanya perlu dijelaskan. Untuk
membantu mendapatkan penjelasan
mengenai pengertian kata, bentuk
kata, dan makna idiomatik, kita
dapat menggunakan kamus seperti Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Di dalam
kamus, sebuah kata dijelaskan secara
detail mengenai arti kata, asal
kata, kata turunannya, kelas kata, serta
pengertian kiasnya jika ada.
Wacana yang temanya menyangkut
bidang ilmu tertentu seperti:
pertanian, teknik, atau kesehatan.
Biasanya banyak menggunakan istilah
khusus yang menyangkut bidang
tersebut, termasuk juga penggunaan
bentuk kata, atau ungkapan
idiomatiknya. Langkah dalam membaca
pemahaman selain mencatat
pokok-pokok isi bacaan, juga mendaftarkan
istilah, bentuk kata, dan
penggunaan ungkapan idiomatik yang tidak
dimengerti untuk dicarikan
maknanya dengan membuka kamus bahasa
ataupun kamus istilah.
Untuk wacana berbentuk karya
sastra seperti cerpen dan puisi, sering
kita temui pula kata atau bentukan
kata yang tidak bermakna umum
melainkan memiliki nuansa makna
yang lebih bersifat kedaerahan atau
bahasa sehari-hari seperti njelimet, ngawur, kesetanan. Untuk membantu
memahami kata-kata seperti itu,
kita dapat memanfaatkan kamus.
Di samping itu, di dalam puisi
atau syair lagu, sering kita temukan
penggunaan ungkapan atau idiom.
Untuk memahami puisi, kita juga harus
dapat menafsirkan bentuk-bentuk
idiom atau ungkapan yang bersifat
idiomatik. Contoh penggunaan
ungkapan dalam puisi.
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
(Bait kedua, puisi berjudul “Padamu
Jua” karya Amir Hamzah)
Dalam puisi tersebut, terdapat
ungkapan kandil kemerlap yang
berarti Lilin yang terang.
Dan ungkapan pelita jendela ditafsirkan dengan
penerang alam sekitarnya. Atau pemberi petunjuk. Dan
malam gelap ialah
sesuatu yang tidak diketahui atau
tidak tentu arah. Kau pada puisi tersebut
dimaknai dengan Tuhan.
Tuhan menjadi petunjuk jalan kebenaran.
Jadi, dalam memahami puisi atau
syair, kita harus memahami simbolsimbol
yang digunakan. Simbol atau makna
kias dapat tercermin dari
penggunaan kata, bentukan kata,
atau ungkapan yang tak biasa. Untuk
memahaminya, kita dapat melihat
dari kedudukan kata, kaitan makna
antarkata, atau bentukan kata
tertentu dengan kata yang lainnya. Jika secara
leksikal maupun gramatikal kalimat
tersebut tak dapat dimaknai, kita
harus menafsirkannya berdasarkan
konteks kata atau kalimat. Sebab, setiap
untaian kata, frasa, atau kalimat
yang terdapat dalam puisi merupakan
untaian perasaan, ekspresi,
ataupun pengalaman kejiwaan penyairnya.
Untuk memahami berbagai penggunaan
kata baik secara leksikal,
gramatikal, struktural, maupun
kontekstual, kita dapat memanfaatkan
kamus. Di dalam kamus, dijabarkan
penggunaan kata dalam berbagai
aspeknya. Dengan banyak menelaah
kamus, kita akan memperoleh
kekayaan kosakata. Dalam sebuah
ceramahnya, penyair besar W.S. Rendra
pun menganjurkan para penyair
untuk selalu melihat arti kata dalam
kamus, seperti ia sendiri selalu
melihat kamus bahasa Indonesia dengan
tekun untuk mendapatkan arti yang
setepat-tepatnya.
Sumber : Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara
Tingkat Semenjana Kelas X Mokhamad Irman dkk.