I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah
dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi
makin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam
penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi
lebih desentralistik.
Kurikulum
sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama
dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan
kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan
demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan
menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pem- belajaran, dan penilaian
hasil pembelajaran.
Banyak
hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang
berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh
sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur
dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus dengan cara melakukan
penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi
Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006
Di
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan dijelaskan:
·
Sekolah dan komite sekolah, atau
madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi
lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung
jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal
17 Ayat 2).
·
Perencanan proses pembelajaran
meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber
belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).
Berdasarkan
ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk
melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan
pendidikan yang sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta
kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan
silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami
kesulitan.
B.
Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Penyusunan silabus mata pelajaran
bahasa Indonesia harus memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sarana
komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini ruang
lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan
kemampuan bersastra yang meliputi aspek: medengarkan, berbicara, membaca, dan
menulis. Keempat aspek itu merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran
walaupun dalam penyajian silabus keempat aspek itu masih dapat dipisahkan.
Selain itu, dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
BAB V Standar Kompetensi Lulusan Pasal 25 Ayat (3) dijelaskan bahwa kompetensi lulusan untuk mata pelajaran
bahasa (termasuk Bahasa Indonesia) menekankan pada kemampuan membaca dan
menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam hal membaca, pada akhir
pendidikan di SMP/MTs, peserta didik diharapkan telah membaca
sekurang-kurangnya sembilan (9) buku sastra dan tiga (3) buku nonsastra.
Pada sisi lain, bahasa Indonesia merupakan sarana
komunikasi dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai sarana
kreativitas. Sementara itu, bahasa dan sastra Indonesia seharusnya diajarkan
kepada siswa melalui pendekatan yang
sesuai dengan hakikat dan fungsinya.
Pendekatan pembelajaran bahasa yang menekankan aspek kinerja atau
keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa adalah pendekatan komunikatif,
sedangkan pendekatan pembelajaran sastra yang menekankan apresiasi sastra adalah pendekatan apresiatif.
Dalam
kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa
dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai
keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berpikir
bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi.
Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu bentuk kinerja dan performansi daripada
sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa
konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa haruslah lebih menekankan fungsi
bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembelajaran tentang sistem bahasa.
Sementara itu, sastra adalah
satu bentuk sistem tanda karya seni yang menggunakan media bahasa. Sastra ada
untuk dibaca, dinikmati, dan dipahami, serta dimanfaatkan, yang antara lain
untuk mengembangkan wawasan kehidupan.
Jadi, pembelajaran sastra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa
sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat diapresiasi. Oleh karena itu, pembelajaran
sastra haruslah bersifat apresiatif. Sebagai konsekuensinya, pengembangan
materi, teknik, tujuan, dan arah pembelajaran sastra haruslah lebih menekankan
kegiatan pembelajaran yang bersifat apresiatif.
C.
Karakteristik Peserta Didik
Peserta didik adalah manusia dengan
segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau
aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan,
sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan
pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri
sesuai dengan potensinya).
Dalam tahap perkembangannya, siswa
SMP berada pada tahap periode
perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan
perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan
aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.
1. Perkembangan Aspek Kognitif
Menurut Piaget (1970), periode yang
dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP,
merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang
pada siswa adalah kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu
secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkret, bahkan
objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya
dalam pembelajaran bahasa Indonesia
bahwa belajar akan bermakna apabila input (materi pelajaran) sesuai
dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia akan berhasil apabila
penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi
input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka
berada pada tingkat maksimal.
Pada tahap perkembangan ini juga
berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang
dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan
berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berpikir
runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada
dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang
realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan
motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal
diri sendiri dan mengembangkan jati diri), (7) kecerdasan antarpribadi
(kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan
karakteristik keilmuan bahasa Indonesia, dan
akan dapat berkembang pesat apabila dapat dimanfaatkan oleh guru bahasa Indonesia untuk berlatih mengeksplorasi
gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna
membangun konsep bahasa Indonesia.
2. Perkembangan
Aspek Psikomotor
Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang
penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa
tahap. Tahap-tahap tersebut di antaranya:
a. Tahap
kognitif
Tahap
ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini terjadi karena
siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan.
Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat
frustasi yang tinggi.
b. Tahap asosiatif
Pada
tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan
tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang
sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan
psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan
gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih
menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan, tetapi waktu yang
diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada
tahap kognitif. Karena waktu yang
diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak
kaku.
c. Tahap otonomi
Pada
tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses
belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki
gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena
siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan
gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara
spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan
pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.
3.
Perkembangan Aspek Afektif
Keberhasilan proses pembelajaran bahasa Indonesia juga ditentukan oleh pemahaman
tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut mencakup emosi
atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000)
memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran
afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut: (1)
sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif
terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4)
sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan
hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik
dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.
Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan
direspons, dan apa yang diyakini serta diapresiasi merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua seperti halnya bahasa Indonesia.
Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa yang sangat penting
dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
a.
Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada
dirinya sendiri.
b.
Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c.
Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dan sebagainya.
d.
Motivasi, yaitu dorongan untuk
melakukan suatu kegiatan.
e.
Risk-taking, yaitu keberanian mengambil resiko.
f.
Empati, yaitu sifat yang berkaitan
dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain.
II. PENGERTIAN,
PRINSIP, DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN SILABUS
A.
Pengertian Silabus
Silabus
disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata
Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran,
Kegiatan Pembelajaran, Indikator, Penilaian,
Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Dengan demikian, silabus pada dasarnya
menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1. Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan
oleh Standar Isi (Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar).
2. Materi Pokok/Pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari
peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
3. Kegiatan Pembelajaran apa saja yang seharusnya diskenariokan oleh guru
sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar.
4. Indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian KD
dan SK.
5. Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator
sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6. Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7. Sumber Belajar apa yang dapat
diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
B.
Pengembang Silabus
Pengembangan
silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam
sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), dan Dinas Pendidikan.
1. Sekolah dan Komite Sekolah
Pengembang
silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang
bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan teknis dari
perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.
2. Kelompok Sekolah
Apabila
guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan
untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk
mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut
3. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Beberapa
sekolah dan atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan dapat bergabung untuk
menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan sebab sekolah dan komite sekolah karena
sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini
juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga
terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.
4 Dinas Pendidikan
Dinas
pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk
sebuah tim yang terdiri dari para guru yang berpengalaman di bidangnya
masing-masing.
Dalam
pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat
meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait
yang ada di Departemen Pendidikan Nasional
C.
Prinsip Pengembangan Silabus
1. Ilmiah: keseluruhan
materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat
dipertangungjawabkan secara keilmuan.
2. Relevan: cakupan,
kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai
dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual peserta didik.
3. Sistematis: komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam
mencapai kompetensi.
4. Konsisten: ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai: cakupan
indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar,
dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual: cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran,
dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni
mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel: keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik,
pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan
masyarakat. Sementara itu, materi ajar
ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta
didik tidak tercerabut dari lingkungannya.
8. Menyeluruh: komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif,
psikomotor).
D.
Tahap-tahap Pengembangan Silabus
1. Perencanaan: tim yang ditugasi untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan
informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai untuk
mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan
perangkat teknologi dan informasi seperti multimedia dan internet.
2. Pelaksanaan: dalam melaksanakan
penyusunan silabus, penyusun silabus perlu memahami semua perangkat yang
berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan
dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan.
3. Perbaikan: buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan
dalam kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis
kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian,
psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas
pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.
4. Pemantapan: masukan dari pengkajian ulang dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi
kriteria, rancangan silabus dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas
Pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
5. Penilaian silabus: penilaian pelaksanaan
silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakaan model-model penilaian
kurikulum.
III.
KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS
A.
Komponen silabus
Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
1.
Identitas Silabus
2.
Standar Kompetensi
3.
Kompetensi Dasar
4.
Materi Pokok/Pembelajaran
5.
Kegiatan Pembelajaran
6.
Indikator
7.
Penilaian
8.
Alokasi Waktu
9.
Sumber Belajar
Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh
format silabus secara horisontal atau vertikal sebagai berikut.
Format 1: Horizontal
SILABUS
Sekolah :
SMP
Mata
Pelajaran : ........
Kelas/Semester : .......
Standar
Kompetensi : ...........
Kompeten-
si Dasar
|
Materi
Pokok/
Pembelajar-
an
|
Pengalaman
Belajar
|
Indikator
|
Penilaian
|
Alokasi
Waktu
|
Sumber
Belajar
|
||
Teknik
|
Bentuk
Instrumen
|
Contoh
Instrumen
|
||||||
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Format
2: Vertikal
SILABUS
Nama Sekolah :....................................
Mata Pelajaran :....................................
Kelas/Semester :....................................
1.
Standar Kompetensi :
.......................
2.
Kompetensi Dasar :
.......................
3.
Materi Pokok/Pembelajaran :
.......................
4.
Kegiatan Pembelajaran : .......................
5.
Indikator :
.......................
6.
Penilaian :
.......................
7.
Alokasi Waktu :
.......................
8.
Sumber Belajar :
.......................
Catatan:
*
Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa,
tetapi diskenariokan oleh guru untuk mencapai SK dan KD
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan
pembelajaran (n x 40 menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber,atau lainnya.
B.
Langkah-langkah Pengembangan Silabus
1. Mengisi Identitas
Silabus
Identitas
terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks
silabus.
2.
Menuliskan Standar Kompetensi
Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan
dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi diambil dari Standar
Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) Mata Pelajaran.
Sebelum
menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi
mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD;
b. keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata
pelajaran;
c. keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
Standar
Kompetensi dituliskan di atas matriks silabus di bawah tulisan semester.
3.
Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi
Dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik
dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih
dari yang tercantum dalam Standar Isi.
Sebelum
menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji
standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut :
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan
Kompetensi Dasar;
b. keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata
pelajaran; dan
c. keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antarmata pelajaran.
4. Menentukan Materi Pokok/Pembelajaran
Dalam
menentukan materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a. relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
b. tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual
peserta didik;
c. kebermanfaatan bagi peserta
didik;
d. struktur keilmuan;
e. kedalaman dan keluasan materi;
f. relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan; dan
g. alokasi waktu.
Selain itu, harus diperhatikan hal-hal berikut:
a. kesahihan (validity): materi
memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;
b. tingkat kepentingan (significance):
materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa diperlukan oleh
siswa;
c. kebermanfaatan (utility): materi
tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang
berikutnya;
d. layak dipelajari (learnability):
materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek
pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;
e. menarik minat (interest):
materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.
5. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik,
peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat diwujudkan
melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada
peserta didik. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai
peserta didik.
Kriteria dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan
untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru agar mereka dapat
bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara profesional sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
b. Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar
secara utuh.
c. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh
siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
d. Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa
dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
e. Materi kegiatan pembelajaran dapat
berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f. Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus
dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.
g. Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi KD-KD
yang memerlukan prasyarat tertentu.
h. Pembelajaran bersifat spiral
(terjadi pengulangan-pengulangan pembelajaran materi tertentu).
i. Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembeljaran siswa, yaitu
kegiatan (siswa dan guru) dan objek belajar.
Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan hal-hal
sebagai
berikut:
a. memberikan peluang kepada siswa untuk mencari, mengolah, mengelola, dan
menemukan sendiri pengetahuan di bawah bimbingan guru;
b. mencerminkan ciri khas mata pelajaran dalam pengembangan kemampuan peserta
didik;
c. disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar, dan sarana yang
tersedia;
d. bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan,
kelompok, dan klasikal; serta
e. memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat,
minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekomomi, dan budaya, serta masalah
khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.
6. Merumuskan
Indikator
Untuk
mengembangkan instrumen penilaian, terlebih dahulu diperhatikan indikator. Oleh karena itu, di dalam penentuan indikator
diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.
Kriteria
indikator sebagai berikut.
a. Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
b. Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c. Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
d. Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh
(kognitif, afektif, dan psikomotor).
e. Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
f. Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
g. Menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur.
7. Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan
indikator. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen
penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c)
contoh instrumen.
a. Teknik Penilaian
Penilaian
merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan
proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan
keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang
telah ditentukan. Adapun yang dimaksud
dengan teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh
informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pembelajaran yang
dilakukan oleh peserta didik.
Ada
beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara
garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.Teknik tes
merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan
jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk
memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul
atau salah.
Dalam
melaksanakan penilaian, penyusun silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip
berikut ini.
1) Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan
dinilai sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.
2) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa
dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk
menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta
untuk mengetahui kesulitan siswa.
5) Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa
program remedi. Apabila siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus
mengikuti proses pembelajaran lagi, dan bila telah menguasai kompetensi dasar,
ia diberi tugas pengayaan.
6) Siswa yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat
diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
7) Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi
penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan
menggunakan teknik penilaian yang tepat.
8) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran:
kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik formal maupun nonformal secara
berkesinambungan.
9) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi
tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan,
bukti-bukti outentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil
belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang
harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
11) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan
Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai
perkembangan pencapaian kompetensi.
12) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus
menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan
kompetensi siswa, baik sebagai efek
langsung (main effect) maupun efek
pengiring (nurturant effect) dari
proses pembelajaran.
13) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang
ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan
pendekatan tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara maupun produk/hasil dengan melakukan observasi lapangan yang berupa
informasi yang dibutuhkan.
b. Bentuk Instrumen
Bentuk
instrumen yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Oleh karena
itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa bentuk instrumen yang
tergolong teknik:
1)
Tes tulis, dapat berupa
tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan sebagainya.
2)
Tes lisan, yaitu
berbentuk daftar pertanyaan.
3)
Tes unjuk kerja, dapat
berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja produk, uji petik
kerja prosedur, atau uji petik kerja prosedur dan produk.
4)
Penugasan, seperti tugas
proyek atau tugas rumah.
5)
Observasi, yaitu dengan
menggunakan lembar observasi.
6)
Wawancara, yaitu dengan
menggunakan pedoman wawancara.
7)
Portofolio, dapat menggunakan
dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi siswa.
8)
Penilaian diri dengan
menggunakan lembar penilaian diri.
Sesudah
penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu
dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan
ragam teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan.
Tabel 1. Ragam
Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen
Teknik
|
Bentuk
Instrumen
|
·
Tes tulis
|
·
Tes
isian
·
Tes
uraian
·
Tes
pilihan ganda
·
Tes
menjodohkan
·
Dll.
|
·
Tes lisan
|
·
Daftar pertanyaan
|
·
Tes
unjuk kerja
|
·
Tes
identifikasi
·
Tes
simulasi
·
Uji petik kerja produk
·
Uji petik kerja prosedur
·
Uji
petik kerja prosedur dan produk
|
·
Penugasan
|
·
Tugas
proyek
·
Tugas
rumah
|
· Observasi
|
· Lembar
observasi
|
·
Wawancara
|
·
Pedoman wawancara
|
·
Portofolio
|
·
Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau prestasi siswa
|
· Penilaian diri
|
· Lembar penilaian diri
|
c. Contoh Instrumen
Setelah
ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen
dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila dipandang hal itu menyulitkan
karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen
penilaian diletakkan di dalam lampiran tersendiri.
7. Menentukan Alokasi Waktu
Alokasi
waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu Kompetensi
Dasar tertentu, dengan memperhatikan:
a. minggu efektif per semester,
b. alokasi waktu mata pelajaran, dan
c. jumlah kompetensi per semester.
8. Menentukan Sumber
Belajar
Sumber
belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran,
yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber,
lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.
IV. PENUTUP
Contoh
silabus yang terdapat di dalam Lampiran 3 bukan contoh satu-satunya di dalam
pengembangan silabus yang disusun berdasarkan Standar Isi. Untuk itu,
diharapkan sekolah atau daerah dapat mengembangkan sendiri bentuk silabus yang
lain.
Dalam
pelaksanaan pembelajaran, silabus masih harus dijabarkan lebih operasional ke
dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gafur. (1986). Desain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola Dasar Kegiatan Belajar-Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.
------------------. (1987). Prinsip-prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: PAU UT.
------------------. (1987).
Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian,
Umpan Balik,
dan Keterampilan
Intelektual terhadap Hasil Belajar Konsep.
Semarang: IKIPPress.
Blundel, J. et al. (1982). Function in English,
Hongkong: OUP
Brown, D.H. (2000). Principles of
Language Learning and Teaching, New
York: Addison Wesley Longman Inc.
Gardner, H. (1993). Multiple
Intelligences: From Theory to Practice. New York: Basic Books
Gronlund, N.E. (1976). Measurement & Evaluation in Teaching.
New York: Macmillan
Publishing Co., Inc.
Halliday, M.A.K. (1973) Explorations in the Functions of Language,
New York:
Elsevier North-Holland
John Lyons. Semantics. Sydney:
Cambridge University.
Larry M.H. (1975). Phonology
: Theory and Analysis. New York:
RW.
Laurie Bauer. (1988). Introducing
Linguistic Morfology.Bristis: Edinburgh
Uni. Press.
Marsono. (1993). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
M. Ramlan. (1988). Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Adi
Cita.
M. Ramlan. (1988). Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Adi Cita.
Mukminan
dkk. (2002). Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa
Sekolah Menengah Pertama (SMP). Yogyakarta: Program Pascasarjana
UNY.
Nunan, D. (1989) Designing Tasks for the Communicative
Classroom. Cambridge:CUP
O’Connor, J.D. (1979) Stress, Rhythm and Intonation. London: Alhambra.
Piaget, J. (1970) Science
of Education and the Psychology of the Child. New York: Viking.
Richards, J.C. et al.
(1996) New Interchange. Cambridge:CUP.
___________ (1985) Longman Dictionary of Applied
Linguistics. Suffolk:
Longman.
Romiszowski, A.J.
(1981) Designing Instructional
Systems. London:Nichols
publishing.
Samsuri. 1975. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.
Soeparno. 1999. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: DW.
Van Ek, J.A. (1977) The
Threshold Level for Modern Language Learning in Schools. London: Longman.
Lampiran 1
GLOSARIUM
Kecakapan hidup (life skill): kemampuan yang diperlukan untuk
menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia, dan secara bermartabat, misalnya:
kemampuan berpikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama,
melaksanakan peran sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kesiapan untuk
terjun ke dunia kerja.
Kecukupan (adequacy): mempunyai cakupan atau ruang lingkup
materi pembelajaran yang memadai untuk menunjang penguasaan Kompetensi Dasar
maupun standar kompetensi.
Kompetensi dasar: kemampuan
minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan
minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar
kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran.
Komunikasi: interaksi atau kontak berbahasa antara pihak satu dengan pihak lain.
Konsistensi (ketaatasasan): keselarasan hubungan antarkomponen dalam silabus
(Kompetensi Dasar, materi pembelajaran dan pengalaman belajar).
Kreatif: mampu menghasilkan suatu karya sastra meskipun dalam
bentuk sederhana.
Materi pembelajaran: bahan
ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk menguasai Kompetensi Dasar.
Mengoperasionalkan: menggunakan atau menerapkan berbagai unit atau satuan
lingual dalam kegiatan berbahasa
Pembelajaran berbasis kompetensi: pembelajaran yang mensyaratkan dirumuskannya
secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan oleh siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pendekatan apresiatif: upaya menyiasati pembelajaran sastra yang berupa
pemahaman, penghayatan, penghargaan, dan jika mungkin penciptaan karya sastra.
Pendekatan hierarkis: strategi
pengembangan materi pembelajaran berdasarkan penjenjangan materi pokok.
Pendekatan prosedural: strategi pengembangan materi
pembelajaran berdasarkan atas urutan penyelesaian suatu tugas pembelajaran.
Pendekatan spiral: strategi
pengembangan materi pembelajaran berdasarkan
lingkup lingkungan, yaitu dari lingkup lingkungan yang paling dekat dengan
siswa menuju ke lingkup lingkungan yang lebih jauh.
Pendekatan tematik: strategi pengembangan materi
pembelajaran yang bertitik tolak dari sebuah tema.
Pendekatan terjala (webbed): strategi pengembangan pelajaran, dengan menggunakan
topik dari beberapa mata pelajaran yang relevan sebagai titik sentral, dan
hubungan antara tema dengan subtema dapat digambarkan sebagai sebuah jala (webb).
Pengalaman belajar:
Menunjukkan aktivitas belajar yang dilakukan siswa melalui interaksi siswa
dengan objek atau sumber belajar. Pengalaman belajar dapat dipilih sesuai
dengan kompetensinya, dapat diperoleh di dalam kelas dan di luar kelas.
Bentuknya dapat berupa kegiatan mendemonstrasikan, mempraktikkan,
mensimulasikan, mengadakan eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan,
menemukan, mengamati, meneliti, menelaah, dll., yang bukan kegiatan interaksi guru-siswa seperti mendengarkan uraian
guru, berdiskusi di bawah bimbingan guru, dll.
Performansi: keterampilan dan atau kemampuan dalam menggunakan bahasa secara nyata
dalam konteks berbahasa sehingga dapat diamati
Pragmatis: penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan konteks
dan situasi atau ruang serta waktu berbahasa
Premis: pernyataan yang disusun dalam rangka untuk menarik kesimpulan bersifat
deduktif
Ranah afektif: aspek yang
berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat penerimaan atau penolakan
terhadap suatu objek.
Ranah kognitif: aspek
yang berkaitan dengan kemampuan berpikir; kemampuan memperoleh pengetahuan; kemampuan
yang berkaitan dengan pemerolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman,
konseptualisasi, penentuan, dan penalaran.
Ranah psikomotor: aspek
yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota
badan; kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik.
Relevansi: keterkaitan
Sastra kontemporer: salah satu jenis karya sastra yang dihasilkan pada
saat mutakhir, misalnya puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri
Satuan lingual: satuan yang bersifat kebahasaan seperti halnya
fonem, morfem, kata, frase, dan sebagainya, baik dalam bentuk lisan maupun
Silabus: susunan teratur
materi pembelajaran dan atau mata pelajaran tertentu pada kelas/semester
tertentu.
Standar kompetensi:
kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran;
kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa;
kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.
Standar kompetensi lulusan (SKL): kemampuan
yang dibakukan/ditargetkan, dan yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh lulusan
suatu jenjang pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Standar Isi: kompetensi
minimal yang harus dicapai siswa, yang terdiri dari standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Strategi pembelajaran: dimaksudkan sebagai bentuk/pola umum kegiatan
pembelajaran yang akan dilaksanakan. Strategi pembelajaran dapat dipilih antara
kegiatan tatap muka dan non tatap muka (pengalaman belajar).
Tuturan langsung: ucapan atau perkataan
seseorang yang disampaikan secara langsung atau secara lisan (bahasa lisan)
Variasi kalimat: jenis-jenis kalimat
berdasarkan berbagai sudut pandang, misalnya kalimat baku, efektif, rancu,
perubahan, dan sebagainya
Wacana: satuan kebahasaan yang mengandung makna atau maksud lengkap yang kedudukannya
di atas kalimat, dan bersifat abstrak
Lampiran 2