Legenda Putri Tujuh: Asal Mula Kota Dumai
Penulis : Yudi
Hendra, S.Pd.
Guru Bahasa Indonesia SMA IT MUTIARA DURI
Daftar nama putri sesuai usia:
1. Putri Cahya Mentari (CM)
2. Putri Bunga Melati (BM)
3. Putri Mutiara
Jingga (MJ)
4. Putri Awan Pelangi (meninggal duluan)
5. Putri Nyiur
Melambai (NM)
6. Putri Embun Pagi (EP)
7. Putri Mayang
Mengurai (MM)
NARASI :
Alkisah zaman dahulu adalah sebuah kerajaan bernama
Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini dipimpin seorang ratu bernama Cik Sima. Cik
Sima mempunyai tujuh orang putri yang cantik jelita. Yang tercantik dari
putri-putri ini adalah yang bungsu yang bernama Puteri Mayang Mengurai.
Suatu saat
pergilah ketujuh puteri ini mandi-mandi ke pemandian yang bernama Sungai Umai.
Tanpa dinyana lewat di dekat pemandian itu seorang pangeran dari Kerajaan
Empang Kuala. Pangeran Empang Kuala jatuh hati pada Puteri Mayang Mengurai. Ia
menyebut puteri yang dicintainya itu putri yang ada di umai.
Maka datanglah
utusan raja Empang Kuala melamar Puteri Mayang Mengurai. Cik Sima sebagai orang
tua dan Ratu menolak dengan halus lamaran ini. hal ini menimbulkan kemarahan
dari Kerajaan Empang Kuala. Datanglah Pangeran Empang Kuala membawa pasukannya
memerangi kerajaan Seri Bunga Tanjung. Terjadilah peperangan yang dahsyat.
Untuk menjaga keselamatan ketujuh puteri, Ratu
menyembunyikan mereka di sebuah lubang tanah/gua yang sangat rahasia. Kepada
mereka Ratu meninggalkan perbekalan untuk tiga bulan.
Ternyata peperangan berlangsung lama, melebihi masa tiga
bulan. Tinggallah ketujuh putri di dalam gua itu dalam kesengsaraan.
*
Sesosok tubuh
tertutup kain putih. Sesosok tubuh yang telah menjadi mayat. Dialah Putri Awan Pelangi, anak
keempat dari Ratu Cik Sima yang memerintah di Kerajaan Seri bunga Tanjung.
Mayat Putri Awan Pelangi dikelilingi keenam saudaranya di goa persembunyian
mereka. Suasana duka bertumpuk-tumpuk di hati dan wajah mereka.
MM : (menangis terisak-isak tanda duka yang amat
dalam)
”Tidaklah sakit dunia yang aku
tangiskan
Bukan derita hidup yang aku duka
Kasih pergi ganti tiada
Akhirat pasti akan datang
Kematian pasti akan tiba
Namun duka tak hendak pergi
Sayang tak berhingga akan kanda
Awan Pelangi.”
(menangis lebih keras, demikian
pula saudara-saudaranya yang lain. Kecuali putri kedua, Putri Bunga Melati.)
”Gabak di hulu tanda kan hujan
Bantaran sungai hendak disusuri
tumpahlah air mata sepenuh
lautan
belumlah sedih kan bisa pergi”
”Allahummaghfirlaha warhamha
wa’afihi wa’fuanha. Allahummaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fuanha. Ya Allah,
ampunilah dosanya, sayangilah ia, maafkan sa….”
BM : (sontak
berdiri, berteriak histeris)
”Cuku….p!!! Cukup .. Mayang Mengurai. Cuku…pp!! Cukup
sudah omong kosongmu!”(menunjuk Mayang Mengurai dengan telunjuk kirinya.
Matanya merah penuh amarah, kebencian).
CM : (lekas berdiri merengkuh Bunga Melati)
”Adindaku sayang Bunga Melati.
Sabar, Dek. Allah cinta kepada orang-orang yang sabar.”
(memeluk Bunga Melati)
BM :
(melepaskan pelukan Cahya Mentari)
”Biar… biar, Kak. Biar semua
tahu. Biar semua jadi saksi. Gua yang pengap dan memuakkan ini kelak juga akan
jadi saksi atas laknat yang patut ditimpakan kepada .. dia….”
(menunjuk dengan telunjuk tangan
kiri kepada Mayang Mengurai, penuh amarah dan benci)
Dia….
MM : ”Aku, kak….?” (memandang Bunga Melati dengan keheranan)
BM : ”Ya kamu…!”
MM : ”Apa salahku, Kak?”
BM : ”Jangan pura-pura bodoh. Kamulah pangkal bala
ini. Kamulah yang menyebabkan kehancuran
Kerajaan Seri Bunga
Tanjung. Kamu yang membuat kita semua dikurung dalam lubang tanah
yang busuk, pengap, dan sekarang
dalam kelaparan menanti kematian.”
MM : ”Mengapa aku, Kak. Apa salahku?” (menghampiri Bunga Melati)
BM : (Mendorong Mayang Mengurai
sehingga Mayang Mengurai jatuh terjungkang. Mayang Mengurai menangis ditemani
saudaranya yang lain.)
”Mengapa kamu tolak lamaran
Pangeran Empang Kuala? Apa yang kurang pada pangeran itu. Ia gagah, kaya,
keturunan orang terhormat. Ia calon raja. Apa lagi yang kauinginkan….”
MM : ”Aku tak menolak…ibu yang menolak. Bukan aku..”
BM : ”Ibu menolak karena permintaanmu.
Lihat..lihat akibat perbuatanmu.
Ribuan orang mati tak berguna..sia-sia. Mati hanya demi seorang wanita. Darah
berserakan memenuhi bumi. Sungguh engkau patut dikutuk manusia sepanjang zaman.
Terkutuklah engkau… terkutuklah dirimu selama bumi terbentang!!! Kau
wanita penghuni neraka jahanam!!
Ribuan wanita jadi janda. Ribuan
anak jadi yatim. Engkau menebar darah, duka, airmata di tanah ini, tanah tumpah
darahmu.”
(mendekati mayat Awan Pelangi)
”Andai tak kau tolak lamaran
itu, Awan Pelangi takkan mati.”
CM :
”Jangan menyesali apa yang telah terjadi. Itu tidak boleh. Apa yang
telah terjadi adalah takdir yang telah ditulis di lauh mahfuz lima puluh ribu tahun sebelum langit dan bumi
diciptakan.
Mayang, jangan bersedih. Kamu
tidak salah. Kakakmu Bunga Melati sedang
galau. Pikiran sehatnya tidak berfungsi.”
MM :
”Ini memang salahku. Kak Bunga Melati
benar. Seharusnya aku tidak menolak lamaran Pangeran Empang Kuala. Aku benci diriku. Karena aku rakyat Kerajaan
Seri Bunga Tanjung binasa. Karena aku, kita semua akan mati di gua ini.”
EP :
“Sudahlah, Dek. Kami merasa tidak
menderita. Bukankah hidup ini memang selalu begini. Susah senang, suka duka,
bahagia, derita. Kalau dalam hari-hari ini kita dalam penderitaan, maka ini
adalah jalan pasti kehidupan yang tidak hanya kita yang merasakan.”
MJ : ”Kita tidak boleh berputus asa.
Berputus asa adalah sifat orang kafir. Kita masih punya Allah yang Maha
mengetahui apa yang terjadi pada kita. Allahhussomad,
Allah tempat meminta tempat bergantung. Allah pasti menolong kita.”
CM : “Sekarang mari kita kuburkan jenazah Awan Pelangi.”
(mereka bersiap mengangkat jenazah Awan Pelangi
bersama-sama)
EP : ”Aduuh.. kak… kepalaku sakit sekali,
pandanganku berkunang-kunang..
Aduu..h..!”
CM : Kalau
begitu engkau tinggal saja. Istirahatlah. Mayang, engkau temani Embun Pagi.
Jenazah Awan Pelangi diangkat untuk dikebumikan. Embun Pagi
dan Mayang Mengurai tertinggal.
EP : ”Aduu..h, aduu…h…. kepalaku sakit sekali. Rasanya mau
pecah. Mayaan…g sakit sekali… aduuh…”
MM : “Bertahanlah, Kak.”
(Mayang mengambil segelas air putih. Membacakan alfatihah,
lalu memberikannya kepada Embun)
MM : ”Minumlah air ini kak, mudah-mudahan bisa
meringankan.”
EP : “Terima kasih.”
Embun menjangkau gelas yang disodorkan Mayang. Baru saja
gelas tersentuh olehnya, langsung lepas lagi. Gelas pecah, air tumpah semua.
Embun menjelang sakaratul maut.
EP : ”Asyha…..dualaa..ilaa ha illallaaa……”
Mayang menangis dengan hati hacur berkeping. Ia tak tahu apa
yang harus ia lakukan. Ia terus menangis dengan tak berhenti memanggil-manggil
nama Embun Pagi dengan suara yang pelan.
Embun menghembuskan napas terakhirnya di pangkuan Mayang.
MM : “Embuun……..”
(suara Mayang panjang menggema membelah alam. Pasti didengar
semua yang bisa mendengar. Lolongan kesedihan dan kepedihan yang teramat dalam)
”Jangan
tinggalkan aku embun….
Jangan pergi…
Buka matamu kak embun…
……
Atau bawa aku bersamamu….”
(Siapa pun yang melihat dan mendengar Mayang pasti akan
terperangkap dalam duka dan air mata. Kesedihan dari hati yang sangat berduka)
”Bangun.. embun
Bangun..
Embuun…”
Bukan hanya Embun yang diratapi Mayang. Ia meratapi semua.
Kata tak cukup lagi mengungkap duka. Air mata bertahta dalam jiwa.
Tiba-tiba Mayang terdiam. Semua sunyi. Ia mengangkat
kepalanya, tengadah. Ia menatap langit. Matanya tajam dan liar.
Tiba-tiba ia
berteriak keras. Keras sekali. Alam seakan berguncang, bumi gempa,
burung-burung beterbangan.
”Huaaa……………….aaaaaaaaa…aaaaaaaaaaaa…!!!!!!!!!!!!!!!!!”
MM : ”Bunga Melati benar. Akulah manusia
terkutuk yang telah membawa malapetaka ini. karena aku Seri Bunga Tanjung banjir darah.
Aduhai, mengapa aku tak mati
saja sebelum musibah ini.
Andai aku tak pernah dilahirkan.
Andai aku debu.
Wahai Robb langit dan bumi. Jika laknat ini
untukku, biarlah kutanggungkan semua.
Jangan timpakan lanknat ini pada
ibuku, saudara-saudaraku, rakyatku.
Mengapa mereka yang mesti
menaggungkan azab ini…
Mengapa tidak aku saja yang
menanggungkannya..
Banjir darah di mana-mana.
Air mata tumpah menggenangi
negeriku.
Tawa dan senyum telah hilang,
berganti tangisan, tak tahu kapan akan berhenti.
Anak-anak kehilangan masa indah
mereka.
Para wanita kehilangan
kehormatan dan tempat bergantung.
Masa depan mereka menjadi gelap,
segelap malam saat bulan bintang menghilang.
Akulah sumber malapetaka ini.
Saudaraku satu per satu mati.
Rakyatku mati.
Sedang aku, sumber malapetaka
ini, masih hidup.
Aku lebih baik mati. Mungkin
kematianku bisa menjadi tumbal untuk menghentikan petaka ini.
Ya Allah..
Aku tahu engkau akan murka
Aku tahu jahanam telah menantiku
Tapi,
Aku tak sanggup menanggungkan
lagi”
(Mayang bermaksud bunuh diri. Ia telah memegang sebilah
belati di tangan kanannya. Dengan cepat belati itu ia tancapkan ke perutnya.)
(Tiba-tiba saudara-saudara Mayang datang dan mencegah
perbuatannya.)
MJ : ”Apa
yang kaulakukan mayang. Ini perbuatan hina. Tempatnya di kerak neraka.”
MM : ”Biarkan, biarkan aku mati. Aku pantas masuk
neraka. Aku sumber petaka.
Lepaskan..
Lepaskan…
Lepaskan….
Lepaskan…..
Aku mau mati…”
Plak ..
Cahya Mentari menampar Mayang Mengurai. Keras. Mayang tersungkur,
tengkurap mencium bumi.
CM : ”Kamu jangan membuat malu sejarah nenek moyang
kita dengan kelemahanmu plus kebodohanmu itu. Ratu Cik Sima, ibu kita, saat
sekarang sedang bertungkus lumus mempertaruhkan kepalanya dan kepala kestria
Kerajaan Seri Bunga Tanjung untuk menegakkan muruah negeri kita. Tindakan dan
ucapanmu sebagai salah seorang puteri kerajaan bertolak belakang dengan
kegagahberanian yang terkenal pada penduduk negeri kita. Laki-laki perempuan
orang Seri Bunga Tanung berdarah pahlawan.
Ingat itu dan hentikan ucapanmu yang tak bernilai itu!!
Setiap orang pasti mati. Perang
hanya alat bagi pemilik kehidupan mendatangkan kematian. Bukan perang yang
membuat orang mati. Tidak ajal berpantang mati. Kalau ajal belum sampai, tak
ada apa pun yang bisa merenggut nyawa orang.
Kuatkan hati. Istighfar. Sebut
nama-Nya sebanyak-banyaknya.”
MJ : ”Embun Pagi kak….”
Mereka bersama-sama mengerubungi jenazah Embun Pagi.
CM : ”Kullu nafsin zaa ikatul maut.
Kalau Allah menghendaki kita
semua mati di gua persembunyian ini, kita harus terima. Ia pasti memberikan
yang terbaik bagi kita.
Berdoalah agar kita bisa
berkumpul lagi bersama di kehidupan mendatang, yang kekal abadi.
Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah. Irji’I ila robbiki rodiyyatam
mardhiyyah. Fadkuli fii ‘ibadi, wadkuli jannati.”
NARASI:
Setelah perang
usai barulah ibu mereka, Cik Sima, datang menjemput. Dan dia harus menelan
kenyataan pahit bahwa ketujuh puterinya telah meninggal dalam keadaan sengsaran
dan kelaparan.
Terkenallah
tempat putri cantik itu sekarang dengan
nama Dumai (= berasal dari ucapan Pangeran Empang Kuala yang menyatakan puteri diumai,
untuk menyebut puteri Mayang Mengurai). Legenda mereka terkenal dengan Legenda Puteri
Tujuh.
****