Wednesday, May 16, 2012

Panduan Khusus Pengembangan Silabus Bahasa Indonesia SMP


I.      PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional  Bab IV Pasal 10 menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya, Pasal 11 Ayat (1) juga menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, wewenang Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah menjadi makin besar. Lahirnya kedua undang-undang tersebut menandai sistem baru dalam penyelenggaraan pendidikan dari sistem yang cenderung sentralistik menjadi lebih desentralistik.

Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi pokok/pembelajaran, kegiatan pem- belajaran, dan penilaian hasil pembelajaran.

Banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan Standar Kompetensi Lulusan yang ditetapkan dengan Permendiknas No. 23 Tahun 2006

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
·         Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar­kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK ( Pasal 17 Ayat 2).
·         Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).
Berdasarkan ketentuan di atas, daerah atau sekolah memiliki ruang gerak yang luas untuk melakukan modifikasi dan mengembangkan variasi-variasi penyelengaraan pendidikan yang sesuai dengan keadaan, potensi, dan kebutuhan daerah, serta kondisi siswa. Untuk keperluan di atas, perlu adanya panduan pengembangan silabus untuk setiap mata pelajaran, agar daerah atau sekolah tidak mengalami kesulitan.

B.    Karakteristik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
Penyusunan silabus mata pelajaran bahasa Indonesia harus memperhatikan hakikat bahasa dan sastra sebagai sarana komunikasi dan pendekatan pembelajaran yang digunakan. Dalam hal ini ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek: medengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat aspek itu merupakan aspek yang terintegrasi dalam pembelajaran walaupun dalam penyajian silabus keempat aspek itu masih dapat dipisahkan.
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan BAB V Standar Kompetensi Lulusan Pasal 25 Ayat (3) dijelaskan  bahwa kompetensi lulusan untuk mata pelajaran bahasa (termasuk Bahasa Indonesia) menekankan pada kemampuan membaca dan menulis yang sesuai dengan jenjang pendidikan. Dalam hal membaca, pada akhir pendidikan di SMP/MTs, peserta didik diharapkan telah membaca sekurang-kurangnya sembilan (9) buku sastra dan tiga (3) buku nonsastra.
Pada sisi lain, bahasa Indonesia merupakan sarana komu­ni­kasi dan sastra me­rupakan salah satu hasil budaya yang  menggunakan bahasa sebagai sarana kreativitas. Sementara itu, bahasa dan sastra Indonesia se­harusnya diajarkan kepada sis­wa melalui pendekatan yang  sesuai de­ngan hakikat dan fungsinya.  Pendekatan pembelajaran bahasa yang mene­kan­kan aspek ki­nerja atau keterampilan berbahasa dan fungsi bahasa adalah pen­dekatan ko­mu­nikatif, sedangkan pendekatan pembelajaran sastra yang me­ne­kankan apresiasi  sastra adalah pendekatan apresiatif. 
Dalam kehidupan sehari-hari, fungsi utama bahasa adalah sarana komunikasi. Bahasa dipergunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antarpenutur untuk berbagai keperluan dan situasi pemakaian. Untuk itu, orang tidak akan  berpikir tentang sistem bahasa, tetapi berpikir bagaimana menggunakan bahasa ini secara tepat sesuai dengan kontek dan situasi. Jadi, secara pragmatis bahasa lebih merupakan suatu  bentuk kinerja dan performansi daripada sebuah sistem ilmu. Pandangan ini membawa  konsekuensi bahwa pembelajaran bahasa harus­lah lebih menekankan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi daripada pembel­ajaran tentang  sistem bahasa.            
Sementara itu, sastra adalah satu bentuk sistem tanda karya seni yang menggunakan media bahasa. Sastra ada untuk dibaca, dinikmati, dan dipahami, serta dimanfaatkan, yang antara lain untuk  mengembangkan wawasan kehidupan. Jadi, pem­belajaran sas­­­­tra seharusnya ditekankan pada kenyataan bahwa sastra merupakan salah satu bentuk seni yang dapat  diapresiasi. Oleh karena itu, pembelajaran sas­tra haruslah bersifat apresiatif. Sebagai konsekuensinya, pengembangan materi, teknik, tujuan, dan arah pembelajaran sastra haruslah le­bih me­nekankan kegiatan pembelajaran yang bersifat apresiatif.
    

C.    Karakteristik Peserta Didik

Peserta didik adalah manusia dengan segala fitrahnya. Mereka mempunyai perasaan dan pikiran serta keinginan atau aspirasi. Mereka mempunyai kebutuhan dasar yang perlu dipenuhi (pangan, sandang, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan kebutuhan untuk mengaktualisasi dirinya (menjadi dirinya sendiri sesuai dengan potensinya).

Dalam tahap perkembangannya, siswa SMP berada pada tahap periode  perkembangan yang sangat pesat dari segala aspek. Berikut ini disajikan perkembangan yang sangat erat kaitannya dengan pembelajaran, yaitu perkembangan aspek kognitif, psikomotor, dan afektif.

1.     Perkembangan Aspek Kognitif

Menurut Piaget (1970), periode yang dimulai pada usia 12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SMP, merupakan ‘period of formal operation’. Pada usia ini, yang berkembang pada siswa adalah kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (meaningfully) tanpa memerlukan objek yang konkret, bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif. Implikasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia  bahwa belajar akan bermakna apabila input (materi pelajaran) sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pembelajaran bahasa Indonesia akan berhasil apabila penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.

Pada tahap perkembangan ini juga berkembang ketujuh kecerdasan dalam Multiple Intelligences yang dikemukakan oleh Gardner (1993), yaitu: (1) kecerdasan linguistik (kemampuan berbahasa yang fungsional), (2) kecerdasan logis-matematis (kemampuan berpikir runtut), (3) kecerdasan musikal (kemampuan menangkap dan menciptakan pola nada dan irama), (4) kecerdasan spasial (kemampuan membentuk imaji mental tentang realitas), (5) kecerdasan kinestetik-ragawi (kemampuan menghasilkan gerakan motorik yang halus), (6) kecerdasan intra-pribadi (kemampuan untuk mengenal diri sendiri dan mengembangkan jati diri), (7) kecerdasan antarpribadi (kemampuan memahami orang lain). Ketujuh macam kecerdasan ini sesuai dengan karakteristik keilmuan bahasa Indonesia, dan akan dapat berkembang pesat apabila dapat diman­faatkan oleh guru bahasa Indonesia untuk berlatih mengeksplorasi gejala alam, baik gejala kebendaan maupun gejala kejadian/peristiwa guna membangun konsep bahasa Indonesia.  

2.     Perkembangan Aspek Psikomotor

Aspek psikomotor merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru. Perkembangan aspek psikomotor juga melalui beberapa tahap. Tahap-tahap tersebut di antaranya:

   a. Tahap kognitif

Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Hal ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk mengendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.

b. Tahap asosiatif

Pada tahap ini, seorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan  yang sedang dipelajarinya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotor. Oleh karena itu, gerakan-gerakan pada tahap ini belum merupakan gerakan-gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan, tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada waktu dia berada pada tahap kognitif.  Karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakan-gerakannya sudah mulai tidak kaku.

c. Tahap otonomi

Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap meskipun dia tetap dapat memperbaiki gerakan-gerakan yang dipelajarinya. Tahap ini disebut tahap autonomi karena siswa sudah tidak memerlukan kehadiran instruktur untuk melakukan gerakan-gerakan. Pada tahap ini, gerakan-gerakan telah dilakukan secara spontan sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan tentang gerakannya.


3.  Perkembangan Aspek Afektif

Keberhasilan proses pembelajaran bahasa Indonesia juga ditentukan oleh pemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Ranah afektif tersebut mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik. Bloom (Brown, 2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terbagi atas lima tataran afektif yang implikasinya dalam siswa SMP lebih kurang sebagai berikut: (1) sadar akan situasi, fenomena, masyarakat, dan objek di sekitar; (2) responsif terhadap stimulus-stimulus yang ada di lingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisir nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan di antara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam bentuk sistem nilai.

Pemahaman terhadap apa yang dirasakan dan direspons, dan apa yang diyakini serta diapresiasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam teori pemerolehan bahasa kedua seperti halnya bahasa Indonesia. Faktor pribadi yang lebih spesifik dalam tingkah laku siswa yang sangat penting dalam penguasaan berbagai materi pembelajaran, yang meliputi:
a.     Self-esteem, yaitu penghargaan yang diberikan seseorang kepada dirinya sendiri.
b.     Inhibition, yaitu sikap mempertahankan diri atau melindungi ego.
c.     Anxiety (kecemasan), yang meliputi rasa frustrasi, khawatir, tegang, dan sebagainya.
d.     Motivasi, yaitu dorongan untuk melakukan suatu kegiatan.
e.     Risk-taking, yaitu keberanian mengambil resiko.
f.      Empati, yaitu sifat yang berkaitan dengan pelibatan diri individu pada perasaan orang lain. 

II. PENGERTIAN, PRINSIP, DAN TAHAP-TAHAP PENGEMBANGAN SILABUS

A.                     Pengertian Silabus

Silabus disusun berdasarkan Standar Isi, yang di dalamnya berisikan Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan Pembelajaran,  Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber Belajar. Dengan demikian, silabus pada dasarnya menjawab permasalahan-permasalahan sebagai berikut.
1.     Kompetensi apa saja yang harus dicapai siswa sesuai dengan yang dirumuskan oleh  Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar).
2.     Materi Pokok/Pembelajaran apa saja yang perlu dibahas dan dipelajari peserta didik untuk mencapai Standar Isi.
3.     Kegiatan Pembelajaran apa saja yang seharusnya diskenariokan oleh guru sehingga peserta didik mampu berinteraksi dengan sumber-sumber belajar.
4.     Indikator apa saja yang harus dirumuskan untuk mengetahui ketercapaian KD dan SK.
5.     Bagaimanakah cara mengetahui ketercapaian kompetensi berdasarkan Indikator sebagai acuan dalam menentukan jenis dan aspek yang akan dinilai.
6.     Berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai Standar Isi tertentu.
7.     Sumber Belajar apa  yang dapat diberdayakan untuk mencapai Standar Isi tertentu.

B.                    Pengembang Silabus

Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah sekolah atau beberapa sekolah, kelompok Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dan Dinas Pendidikan.

1. Sekolah dan Komite Sekolah

Pengembang silabus adalah sekolah bersama komite sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu, sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas.

2. Kelompok Sekolah

Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan dipergunakan oleh sekolah tersebut

3. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)

Beberapa sekolah dan atau sekolah-sekolah dalam sebuah yayasan dapat bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini dimungkinkan sebab sekolah dan komite sekolah karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus. Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait seperti Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.

4      Dinas Pendidikan

Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para guru yang berpengalaman di bidangnya masing-masing.

Dalam pengembangan silabus ini sekolah, kelompok kerja guru, atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari perguruan tinggi, LPMP, atau unit utama terkait yang ada di Departemen Pendidikan Nasional
C.                    Prinsip Pengembangan Silabus

1.     Ilmiah: keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara keilmuan.

2.     Relevan: cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3.     Sistematis: komponen-komponen silabus saling berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4.     Konsisten: ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.

5.     Memadai: cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang pencapain kompetensi dasar.

6.     Aktual dan Kontekstual: cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7.     Fleksibel: keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat.  Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan kultur daerah masing-masing.  Hal ini dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.

8.     Menyeluruh: komponen silabus mencakup keseluruhan ranah kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).

D.                    Tahap-tahap Pengembangan Silabus

1.     Perencanaan: tim yang ditugasi untuk menyusun silabus terlebih dahulu perlu mengumpulkan informasi dan mempersiapkan kepustakaan atau referensi yang sesuai untuk mengembangkan silabus. Pencarian informasi dapat dilakukan dengan memanfaatkan perangkat teknologi dan informasi seperti multimedia dan internet.

2.     Pelaksanaan:  dalam melaksanakan penyusunan silabus, penyusun silabus perlu memahami semua perangkat yang berhubungan dengan penyusunan silabus, seperti Standar Isi yang berhubungan dengan mata pelajaran yang bersangkutan dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
3.     Perbaikan: buram silabus perlu dikaji ulang sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Pengkajian dapat melibatkan para spesialis kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli didaktik-metodik, ahli penilaian, psikolog, guru/instruktur, kepala sekolah, pengawas, staf profesional dinas pendidikan, perwakilan orang tua siswa, dan siswa itu sendiri.

4.     Pemantapan: masukan dari pengkajian ulang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk memperbaiki buram awal. Apabila telah memenuhi kriteria, rancangan silabus dapat segera disampaikan kepada Kepala Dinas Pendidikan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.

5.     Penilaian silabus: penilaian pelaksanaan silabus perlu dilakukan secara berkala dengan mengunakaan model-model penilaian kurikulum.

III.                KOMPONEN DAN LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SILABUS

A.             Komponen silabus

Silabus memuat sekurang-kurangnya komponen-komponen berikut ini.
1.             Identitas Silabus
2.             Standar Kompetensi
3.             Kompetensi Dasar
4.             Materi Pokok/Pembelajaran
5.             Kegiatan Pembelajaran
6.             Indikator
7.             Penilaian
8.             Alokasi Waktu
9.             Sumber Belajar

Komponen-komponen silabus di atas, selanjutnya dapat disajikan dalam contoh format silabus secara horisontal atau vertikal sebagai berikut.

Format 1: Horizontal

SILABUS

Sekolah                                        : SMP
Mata Pelajaran              : ........
Kelas/Semester             : .......

Standar Kompetensi     : ...........
                                                                       


Kompeten-
si Dasar
Materi
Pokok/
Pembelajar-
an

Pengalaman
Belajar
Indikator
Penilaian
Alokasi
 Waktu
Sumber
Belajar
Teknik
Bentuk
 Instrumen
Contoh
Instrumen









































Format 2: Vertikal
SILABUS

Nama Sekolah                         :....................................
Mata Pelajaran                        :....................................
Kelas/Semester                       :....................................

1. Standar Kompetensi                         : .......................

2. Kompetensi Dasar                            : .......................

3. Materi Pokok/Pembelajaran           : .......................

4. Kegiatan Pembelajaran                   : .......................

5. Indikator                                               : .......................

6. Penilaian                                              : .......................

7. Alokasi Waktu                                     : .......................

8. Sumber Belajar                                  : .......................


Catatan:
* Kegiatan Pembelajaran: kegiatan-kegiatan yang spesifik yang dilakukan siswa, tetapi diskenariokan oleh guru untuk mencapai SK dan KD
* Alokasi waktu: termasuk alokasi penilaian yang terintegrasi dengan pembelajaran  (n x 40 menit)
* Sumber belajar: buku teks, alat, bahan, nara sumber,atau lainnya.


B.                        Langkah-langkah Pengembangan Silabus

1.     Mengisi Identitas Silabus

Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas dan semester.  Identitas silabus ditulis di atas matriks silabus.

2.     Menuliskan Standar Kompetensi

Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada mata pelajaran tertentu. Standar Kompetensi diambil dari Standar Isi (Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar) Mata Pelajaran.
Sebelum menuliskan Standar Kompetensi, penyusun terlebih dahulu mengkaji Standar Isi mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a.     urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau SK dan KD;
b.     keterkaitan antarstandar kompetensi dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran;
c.     keterkaitan standar kompetensi dan kompetensi dasar antarmata pelajaran.
Standar Kompetensi dituliskan di atas matriks silabus di bawah tulisan semester.

3.     Menuliskan Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar merupakan sejumlah kemampuan minimal yang harus dimiliki peserta didik dalam rangka menguasai SK mata pelajaran tertentu. Kompetensi dasar dipilih dari yang tercantum dalam Standar Isi.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar, penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.     urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar;
b.     keterkaitan antar Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran; dan
c.     keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar antarmata pelajaran.

4.  Menentukan Materi Pokok/Pembelajaran

Dalam menentukan materi pokok/pembelajaran harus dipertimbangkan:
a.     relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
b.     tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta  didik;
c.   kebermanfaatan bagi peserta didik;
d.   struktur keilmuan;
e.     kedalaman dan keluasan materi;
f.      relevansi dengan kebutuhan peseta didik dan tuntutan lingkungan; dan
g.     alokasi waktu.

Selain itu, harus diperhatikan hal-hal berikut:
a.     kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;
b.     tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh siswa diperlukan oleh siswa;
c.     kebermanfaatan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dan keterampilan pada jenjang berikutnya;
d.     layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;
e.     menarik minat (interest): materinya menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

5.  Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat diwujudkan melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta didik.

Kriteria dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran sebagai berikut.
a.      Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pembelajaran secara profesional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
b.     Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
c.     Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
d.     Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered). Guru harus selalu berpikir kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
e.     Materi  kegiatan pembelajaran dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
f.      Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai Kompetensi Dasar.
g.     Penentuan urutan langkah pembelajaran sangat penting artinya bagi KD-KD yang memerlukan prasyarat tertentu.
h.     Pembelajaran  bersifat spiral (terjadi pengulangan-pengulangan pembelajaran materi tertentu).
i.      Rumusan pernyataan dalam Kegiatan Pembelajaran minimal mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan pembeljaran siswa, yaitu kegiatan (siswa dan guru) dan objek belajar.

Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
a.     memberikan peluang kepada siswa untuk mencari, mengolah, mengelola, dan menemukan sendiri pengetahuan di bawah bimbingan guru;
b.     mencerminkan ciri khas mata pelajaran dalam pengembangan kemampuan peserta didik;
c.     disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber belajar, dan sarana yang tersedia;
d.     bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan individu/perorangan, berpasangan, kelompok, dan klasikal; serta
e.     memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa seperti: bakat, minat, kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-ekomomi, dan budaya, serta masalah khusus yang dihadapi siswa yang bersangkutan.

6.  Merumuskan Indikator

Untuk mengembangkan instrumen penilaian, terlebih dahulu diperhatikan indikator.  Oleh karena itu, di dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria berikut ini.
Kriteria indikator sebagai berikut.
a.     Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
b.     Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar.
c.     Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan sehari-hari (life skills).
d.     Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotor).
e.     Memperhatikan sumber-sumber belajar yang relevan.
f.      Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat diamati.
g.     Menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur.

7.  Penilaian

Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan berdasarkan indikator. Di dalam kegiatan penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang meliputi: (a) teknik penilaian, (b) bentuk instrumen, dan (c) contoh instrumen.

a.  Teknik Penilaian

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis dan menafsirkan proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi yang telah ditentukan.  Adapun yang dimaksud dengan teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk memperoleh informasi mengenai proses dan produk yang dihasilkan pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik. 

Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik nontes.Teknik tes merupakan cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang memerlukan jawaban betul atau salah, sedangkan teknik nontes adalah suatu cara untuk memperoleh informasi melalui pertanyaan yang tidak memerlukan jawaban betul atau salah.

Dalam melaksanakan penilaian, penyusun silabus perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
1)     Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan aspek-aspek yang akan dinilai sehingga memudahkan dalam penyusunan soal.
2)     Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian indikator.
3)     Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
4)     Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
5)     Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindakan perbaikan, berupa program remedi. Apabila siswa belum menguasai suatu kompetensi dasar, ia harus mengikuti proses pembelajaran lagi, dan bila telah menguasai kompetensi dasar, ia diberi tugas pengayaan.
6)     Siswa yang telah menguasai semua atau hampir semua kompetensi dasar dapat diberi tugas untuk mempelajari kompetensi dasar berikutnya.
7)     Dalam sistem penilaian berkelanjutan, guru harus membuat kisi-kisi penilaian dan rancangan penilaian secara menyeluruh untuk satu semester dengan menggunakan teknik penilaian yang tepat.
8)     Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai model penilaian, baik  formal maupun nonformal secara berkesinambungan.
9)     Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-bukti outentik, akurat, dan konsisten sebagai akuntabilitas publik.
10)  Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai disertai dengan peta kemajuan hasil belajar siswa.
11)  Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian, hasilnya akan memberikan gambaran mengenai perkembangan pencapaian kompetensi.
12)  Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna mendapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan kompetensi  siswa, baik sebagai efek langsung (main effect) maupun efek pengiring (nurturant effect) dari proses pembelajaran.
13)  Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan pembelajaran yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan, penilaian harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara maupun produk/hasil dengan  melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

b.   Bentuk Instrumen

Bentuk instrumen yang dipilih harus sesuai dengan teknik penilaiannya. Oleh karena itu, bentuk instrumen yang dikembangkan dapat berupa bentuk instrumen yang tergolong teknik:
1)       Tes tulis, dapat berupa tes esai/uraian, pilihan ganda, isian, menjodohkan, dan sebagainya.
2)       Tes lisan, yaitu berbentuk daftar pertanyaan.
3)       Tes unjuk kerja, dapat berupa tes identifikasi, tes simulasi, dan uji petik kerja produk, uji petik kerja prosedur, atau uji petik kerja prosedur dan produk.
4)       Penugasan, seperti tugas proyek atau tugas rumah.
5)       Observasi, yaitu dengan menggunakan lembar observasi.
6)       Wawancara, yaitu dengan menggunakan pedoman wawancara.
7)       Portofolio, dapat menggunakan dokumen pekerjaan, karya, dan atau prestasi siswa.
8)       Penilaian diri dengan menggunakan lembar penilaian diri.
               
Sesudah penentuan instrumen tes telah dipandang tepat, selanjutnya instrumen tes itu dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia. Berikut ini disajikan ragam teknik penilaian beserta bentuk instrumen yang dapat digunakan.

Tabel 1. Ragam Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen

Teknik
Bentuk Instrumen
·   Tes tulis
·      Tes isian
·      Tes uraian
·      Tes pilihan ganda
·      Tes menjodohkan
·      Dll.
·   Tes lisan
·      Daftar pertanyaan
·   Tes unjuk kerja
·      Tes identifikasi
·      Tes simulasi
·      Uji petik kerja produk
·      Uji petik kerja prosedur
·      Uji petik kerja prosedur dan produk
·   Penugasan
·      Tugas proyek
·      Tugas rumah
·   Observasi
·      Lembar observasi
·    Wawancara
·      Pedoman wawancara
·    Portofolio
·      Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau prestasi siswa
·    Penilaian diri
·      Lembar penilaian diri

c.   Contoh Instrumen
Setelah ditetapkan bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam kolom matriks silabus yang tersedia.  Namun, apabila dipandang hal itu menyu­lit­kan karena kolom yang tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen penilaian diletakkan di dalam lampiran tersendiri.

7.  Menentukan Alokasi Waktu

Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu, dengan memperhatikan:
a.     minggu efektif per semester,
b.     alokasi waktu mata pelajaran, dan
c.     jumlah kompetensi per semester.

8.     Menentukan Sumber Belajar  

Sumber belajar merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan pembelajaran, yang dapat berupa: buku teks, media cetak, media elektronika, nara sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.

IV. PENUTUP

Contoh silabus yang terdapat di dalam Lampiran 3 bukan contoh satu-satunya di dalam pengembangan silabus yang disusun berdasarkan Standar Isi. Untuk itu, diharapkan sekolah atau daerah dapat mengembangkan sendiri bentuk silabus yang lain.
Dalam pelaksanaan pembelajaran, silabus masih harus dijabarkan lebih operasional ke dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). 



DAFTAR PUSTAKA



Abdul Gafur. (1986). Desain Instruksional: Langkah Sistematis Penyusunan Pola  Dasar Kegiatan Belajar-Mengajar. Sala: Tiga Serangkai.


------------------.  (1987). Prinsip-prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: PAU UT.


------------------. (1987). Pengaruh Strategi Urutan Penyampaian, Umpan Balik,
          dan Keterampilan Intelektual terhadap Hasil Belajar Konsep.
           Semarang: IKIPPress. 

Blundel, J. et al. (1982). Function in English, Hongkong: OUP

Brown, D.H. (2000). Principles of Language Learning and Teaching, New York: Addison Wesley Longman Inc.

Gardner, H. (1993). Multiple Intelligences: From Theory to Practice. New York: Basic Books

Gronlund, N.E. (1976). Measurement & Evaluation in Teaching. New York: Mac­millan Publishing Co., Inc.

Halliday, M.A.K. (1973)  Explorations in the Functions of Language, New York: Elsevier North-Holland

John Lyons. Semantics. Sydney: Cambridge University.

Larry M.H. (1975). Phonology : Theory and Analysis. New York: RW.

Laurie Bauer. (1988). Introducing Linguistic Morfology.Bristis: Edinburgh Uni. Press.

Marsono. (1993). Fonetik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

M. Ramlan. (1988). Morfologi Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Adi Cita.

M. Ramlan. (1988). Sintaksis Bahasa Indonesia. Yogyakarta: Adi Cita.

Mukminan dkk. (2002). Pedoman Umum Pengembangan Silabus Berbasis Kompetensi Siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP). Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY.

Nunan, D. (1989)  Designing Tasks for the Communicative Classroom. Cambridge:CUP
O’Connor, J.D. (1979)  Stress, Rhythm and Intonation. London: Alhambra.

Piaget, J. (1970) Science of Education and the Psychology of the Child. New York: Viking.

Richards, J.C. et al. (1996)  New Interchange. Cambridge:CUP.

___________  (1985) Longman Dictionary of Applied Linguistics. Suffolk: Longman.

Romiszowski, A.J. (1981)  Designing Instructional Systems. London:Nichols publishing.

Samsuri. 1975. Analisis Bahasa. Jakarta: Erlangga.

Soeparno. 1999. Dasar-dasar Linguistik. Yogyakarta: DW.

Van Ek, J.A. (1977) The Threshold Level for Modern Language Learning in Schools. London: Longman.



Lampiran 1
GLOSARIUM

Kecakapan hidup (life skill): kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia, dan secara bermartabat, misalnya: kemampuan berpikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai warga negara yang bertanggung jawab, kesiapan untuk terjun ke dunia kerja.
Kecukupan (adequacy): mempunyai cakupan atau ruang lingkup materi pembelajaran yang memadai untuk menunjang penguasaan Kompetensi Dasar maupun standar kompetensi.
Kompetensi dasar: kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus dimiliki oleh lulusan; kemampuan minimum yang harus dapat dilakukan atau ditampilkan oleh siswa untuk standar kompetensi tertentu dari suatu mata pelajaran.
Komunikasi: interaksi atau kontak berbahasa antara pihak satu dengan pihak lain.
Konsistensi (ketaatasasan): keselarasan hubungan antarkomponen dalam silabus (Kompetensi Dasar, materi pembelajaran dan pengalaman belajar).
Kreatif: mampu menghasilkan suatu karya sastra meskipun dalam bentuk sederhana.
Materi pembelajaran: bahan ajar minimal yang harus dipelajari siswa untuk menguasai Kompetensi Dasar.
Mengoperasionalkan: menggunakan atau menerapkan berbagai unit atau sa­tuan lingual dalam kegiatan berbahasa
Pembelajaran berbasis kompetensi: pembelajaran yang mensyaratkan diru­muskannya secara jelas kompetensi yang harus dimiliki atau ditampilkan oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Pendekatan apresiatif: upaya menyiasati pembelajaran sastra yang berupa pemahaman, penghayatan, penghargaan, dan jika mungkin penciptaan karya sastra.
Pendekatan hierarkis: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasar­kan penjenjangan materi pokok.
Pendekatan prosedural: strategi pengembangan materi pembelajaran berda­sarkan atas urutan penyelesaian suatu tugas pembelajaran.
Pendekatan spiral: strategi pengembangan materi pembelajaran berdasarkan  lingkup lingkungan, yaitu dari lingkup lingkungan yang paling dekat de­ngan siswa menuju ke lingkup lingkungan yang lebih jauh.
Pendekatan tematik: strategi pengembangan materi pembelajaran yang bertitik tolak dari sebuah tema.
Pendekatan terjala (webbed): strategi pengembangan pelajaran, dengan meng­gunakan topik dari beberapa mata pelajaran yang relevan sebagai titik sentral, dan hubungan antara tema dengan subtema dapat digambarkan sebagai sebuah jala (webb).
Pengalaman belajar: Menunjukkan aktivitas belajar yang dilakukan siswa melalui interaksi siswa dengan objek atau sumber belajar. Pengalaman belajar dapat dipilih sesuai dengan kompetensinya, dapat diperoleh di dalam kelas dan di luar kelas. Bentuknya dapat berupa kegiatan mendemonstrasikan, mempraktikkan, mensimulasikan, mengadakan eksperimen, menganalisis, mengaplikasikan, menemukan, mengamati, meneliti, menelaah, dll., yang bukan kegiatan interaksi guru-siswa seperti mendengarkan uraian guru, berdiskusi di bawah bimbingan guru, dll.
Performansi: keterampilan dan atau kemampuan dalam menggunakan bahasa secara nyata dalam konteks berbahasa sehingga dapat diamati
Pragmatis: penggunaan bahasa yang disesuaikan dengan konteks dan situasi atau ruang serta waktu berbahasa
Premis: pernyataan yang disusun dalam rangka untuk menarik kesimpulan ber­sifat deduktif
Ranah afektif: aspek yang berkaitan dengan perasaan, emosi, sikap, derajat pe­nerimaan atau penolakan terhadap suatu objek.
Ranah kognitif: aspek yang berkaitan dengan kemampuan berpikir; kemampuan memperoleh pengetahuan; kemampuan yang berkaitan dengan peme­rolehan pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penen­tuan, dan penalaran.
Ranah psikomotor: aspek yang berkaitan dengan kemampuan melakukan pe­kerjaan dengan melibatkan anggota badan; kemampuan yang berkaitan dengan gerak fisik.
Relevansi:  keterkaitan
Sastra kontemporer: salah satu jenis karya sastra yang dihasilkan pada saat mutakhir, misalnya puisi-puisi karya Sutardji Calzoum Bachri
Satuan lingual: satuan yang bersifat kebahasaan seperti halnya fonem, morfem, kata, frase, dan sebagainya, baik dalam bentuk lisan maupun
Silabus: susunan teratur materi pembelajaran dan atau mata pelajaran tertentu pada ke­las/semester tertentu.
Standar kompetensi: kemampuan yang dapat dilakukan atau ditampilkan untuk satu mata pelajaran; kompetensi dalam mata pelajaran tertentu yang harus dimiliki oleh siswa; kemampuan yang harus dimiliki oleh lulusan dalam suatu mata pelajaran.
Standar kompetensi lulusan (SKL): kemampuan yang dibakukan/ditargetkan, dan yang dapat dilakukan atau ditampilkan oleh lu­lusan suatu jenjang pendidikan yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor.
Standar Isi: kompetensi minimal yang harus dicapai siswa, yang terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Strategi pembelajaran: dimaksudkan sebagai bentuk/pola umum kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan. Strategi pembelajaran dapat dipilih antara kegiatan tatap muka dan non tatap muka (pengalaman belajar).
Tuturan langsung: ucapan atau perkataan seseorang yang disampaikan secara langsung atau secara lisan (bahasa lisan)
Variasi kalimat: jenis-jenis kalimat berdasarkan berbagai sudut pandang, mi­salnya kalimat baku, efektif, rancu, perubahan, dan sebagainya
Wacana: satuan kebahasaan yang mengandung makna atau maksud lengkap yang kedudukannya di atas kalimat, dan bersifat abstrak
Lampiran 2

CONTOH KATA KERJA OPERASIONAL