Wednesday, May 30, 2012

Pegawai Negeri, Sebuah Istilah yang Salah

     Dalam sejarah perkembangan bahasa kita kata negeri dan negara pernah dapat dipertukar-tukarkan pemakaiannya. Kata negeri dahulu digunakan dengan arti    kota, ibu kota, daerah, tanah tempat tinggal dan juga arti kenegaraan sekarang. Kata negeri sering dapat bertukar  dengan kata tanah: negeri dingin, negeri leluhur; negeri pusaka. Kita kemudian memiliki pemerintahan sendiri yang berdaulat. Kita menyatakan bahwa kekuasaan sepenuhnya di tangan rakyat yang dijelmakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Maka untuk mengungkapkan paham itu kita pilih kata negara.
     Kita mulai membedakan makna kata negeri, tanah kediaman orang, dengan negara sebagai paham kedaulatan,bangsa yang berpemerintah, atau wilayah yang tidak dikuasai lagi oleh orang lain. Dalam undang-undang kita berkali-kali kita dapatkan kata negara: kepala negara, wakil kepala negara, bahasa negara, menteri negara, berita negara, milik negara.
berdasarkan kesadaran akan perubahan kedudukan kita sebagai negara dan bertumpu kepada rasa bahasa yang peka, kita melihat timbulnya perubahan pada sejumlah nama yang berunsur kata negeri :  kas negeri, bendahara negeri,  jadi kas negara dan bendahara negara.
Jawatan Gedung-Gedung Negeri, Pegadaian Negeri, jadi Jawatan Gedung-Gedung Negara dan Pegadaian Negara. Ujian negeri telah menjadi ujian negara. Bahkan menteri yang tugasnya mengurus kepegawaian bernama Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara. Badan kepegawaian bernama Badan Kepegawaian Negara (bukan kepegawaian negeri).
     Uraian di atas membuat kita sampai pada simpulan bahwa istilah pegawai negeri sudah tidak tepat lagi. Istilah yang tepat adalah pegawai negara, bukan pegawai negeri. Perubahan ini pada saatnya akan diikuti oleh istilah lain yang juga kurang tepat: universitas negeri, perguruan tinggi negeri, pengadilan negeri.


(Dintisarikan dari tulisan Anton M. Moeliona, dalam buku Santun Bahasa.   Yang berminat memiliki silakan email ke: janphilos kusuma@gmail.com)